Pernahkah kalian mendengar atau mengkaji tentang hari kasih sayang versi Islam???
Sungguh saya serius dengan makna Hari Kasih Sayang Islam versi Rasulullah Muhammad SAW. Fathu Makkah, yang diabadikan dalam Al Qur’ãn sebagai Fathan Mubina, kemenangan yang nyata, terjadi pada Bulan Ramadhan, tepatnya pada tanggal10 Ramadhan tahun ke-8 Hijriyah. Pasukan Islam dari Madinah merebut kembali kota Makkah. Diizinkan Allah memperoleh kemenangan besar. Ribuan tawanan musuh diberi amnesti massal.
Rasulullah berpidato kepada ribuan tawanan perang: "…hadza laisa yaumi l-malhamah, walakinna hadza yaumu l-marhamah, wa antumu l-thulaqa….".Wahai manusia, hari ini bukan hari pembantaian, melainkan hari ini adalah hari kasih sayang, dan kalian semua merdeka kembali ke keluarga kalian masing-masing.
Pasukan Islam mendengar pidato itu merasa shock juga. Berjuang hidup mati, diperhinakan, dilecehkan sekian lama, ketika kemenangan sudah di genggaman: malah musuh dibebaskan. Itu pun belum cukup. Rasulullah memerintahkan rampasan perang, berbagai harta benda dan ribuan onta, dibagikan kepada para tawanan.
Sementara pasukan Islam tidak memperoleh apa-apa. Sehingga mengeluh dan memproteslah sebagian pasukan Islam kepada Rasulullah. Mereka dikumpulkan dan Muhammad SAW bertanya: "Sudah berapa lama kalian bersahabat denganku?" Mereka menjawab: sekian tahun, sekian tahun… "Selama kalian bersahabat denganku, apakah menurut hati kalian aku ini mencintai kalian atau tidak mencintai kalian?" Tentu saja sangat mencintai. Rasulullah mengakhiri pertanyaannya: "Kalian memilih mendapatkan onta ataukah memilih cintaku kepada kalian?"
Menangislah mereka karena cinta Rasulullah kepada mereka tidak bisa dibandingkan bahkan dengan bumi dan langit.
Tentu saja, andai kita berada di situ sebagai bagian dari pasukan Islam, kelihatannya kita menjawab agak berbeda: "Sudah pasti kami memilih cinta Rasulullah… tapi kalau boleh mbok ya juga diberi onta dan emas segram dua gram juga. Heheh…
Yaum Al-Marhamah, hari kasih sayang "versi Islam" diambil dari peristiwa mulia dan aspirasi demokrasi-plus Muhammad SAW.
Itu salah satu di antara sangat banyak kejadian sejarah sarat makna yang diizinkan Allah berlangsung pada bulan Ramadhan. Hari kasih sayang versi Rasulullah Muhammad SAW itu mengandung dimensi-dimensi nilai yang tak terkirakan kadar kemuliaan sosialnya, keintiman kasih sayang universalnya, strategi cinta yang beyond kelompok, negara, pemetaan-pemetaan politik, kepercayaan diri yang luar biasa dalam konteks militer dan keterpaksaan dalam permusuhan.
Bahkan, selama Muhammad SAW terlibat dalam sejumlah peperangan karena dimusuhi, strategi yang beliau terapkan bukan "bagaimana memusnahkan musuh setuntas-tuntasnya", tapi "bagaimana meminimalisasi korban sampai sesedikit-sedikitnya kematian pada kedua belah pihak".
Yang menurut saya sangat penting dari Yaum Al-Marhamah bukanlah kemenangan atas musuh. Maka ia tak disebut Yaum Al-Fath, hari kemenangan, melainkan hari kasih sayang. Karena pasalnya bukan terutama kemenangan kekuatan manusia atau kelompok atas kelompok atau manusia lain, melainkan kemenangan atas diri sendiri. Kemenangan atas nafsu sendiri.
Kemenangan untuk tidak memusuhi meskipun dimusuhi. Kemenangan untuk tidak membenci orang yang memerangi kita. Kalau terpaksa meladeni peperangan, bela diri atau persaingan, itu dilakukan karena tidak diberi formula dialektika yang lain. Sehingga itu kita lakukan tetap dalam kesadaran kasih sayang kemanusiaan dan kemakhlukan.
Jika "terpaksa" menang, tidak kita nikmati dan rayakan kemenangan atas pihak lain itu karena yang substansial dan mengandung kemuliaan adalah kemenangan atas diri sendiri, kemenangan atas sifat-sifat rendah di dalam diri kita sendiri.
Sebagaimana pada peristiwa Ramadhan yang lain, yakni Perang Badar, Rasulullah menyampaikan ungkapan luar biasa bernilai peradaban dunia: "Kita baru saja menyelesaikan dan memenangkan jihad kecil, kini memasuki jihad akbar, yakni perang melawan nafsu diri kita sendiri".
Perang melawan kerakusan ekonomi, kebodohan dalam ketertindasan, keserakahan agenda-agenda politik kekuasaan yang menjadi kiblat semua pemegang tongkat sejarah. Perang Badar Kubrayang diabadikan dalam Al-Quran sebagai Yaum Al-Furqan, hari pembeda antara kebenaran dan kebatilan, dan umat Islam saat itu meraih kemenangan besar, terjadi pada 17 Ramadhan tahun ke-2 Hijriah.
Pada pertempuran di bulan Ramadhan ini, 313 (180+133) tentara kaum Muslimin berhasil menghajar telak dan melibas 1.000 pasukan lawan yang maintenance militernya jauh lebih unggul. Rasulullah memberikan dua ilmu atau rumus menjalani kehidupan:
Pertama, kepada pasukan Badar yang sangat lemah segala-galanya, Rasulullah berkata: "Kalian akan ditolong oleh Allah, diberi kemenangan dan rezeki. Tapi itu bukan karena kehebatan kalian, melainkan karena orang-orang lemah yang kalian perjuangkan".
Ilmu dan rumus kedua,
Rasulullah tidak bodoh dan irasional untuk memohon kepada Allah "Ya Allah, berikanlah kemenangan kepada pasukan Islam." Melainkan suatu pernyataan yang jenius kepada Allah: "Asalkan Engkau tidak marah kepadaku, ya Allah, maka atas segala ketentuan-Mu atas nasib kami di dunia, la ubali, aku tidak peduli." Bahasa Jawanya: "Gak patheken!" Mau dihina, diremehkan orang, monggo. Difitnah, disikapi tidak adil, ditimpa pembunuhan karakter, santet, bahkan pembunuhan fisik, silakanlah. Apa saja. Asalkan Allah ridha kepada kita.
berawal dari kecintaan terhadap Indonesia Raya,saya tertarik untuk mengexplore culture Indonesia , supaya orang-orang Indonesia sadar dengan jati diri asli orang Indonesia Raya
saddam
Ummul Kitab Adalah Ibu dari segala aktifitas kita, jadikanlah ummul kitab sebagai permulaan semua aktivitas kita, supaya aktifitasmu terarah oleh-Nya
Senin, 13 Februari 2012
Senin, 30 Januari 2012
14 Prinsip Hidup Jawa
1.Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha (Berjuang tanpa perlu membawa massa; Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan; Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan; kekayaan atau keturunan; Kaya tanpa didasari kebendaan)
2.Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan (Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih
I n d o n e s i a N * T r e a s u r Y
~
I n d o n e s i a N * T r e a s u r Y ~
Mungkin
belum banyak yang tahu kalau ada sebuah perjanjian maha penting yang dibuat
Presiden I RI Ir Soekarno dan Presiden ke 35 AS John Fitzgerald Kennedy. Konon
penembakan John F Kennedy pada November 1963 yang membuatnya tewas secara
tragis lantaran menandatangani perjanjian tersebut.
Konon
pula penggulingan Ir Soekarno dari kursi kepresidenan wajib dilakukan jaringan
intelijen AS disponsori komplotan Jahudi (Zionis Internasional) yang tidak mau
AS bangkrut dan hancur karena mesti mematuhi perjanjian tersebut juga tidak
rela melihat RI justru menjadi kuat secara ekonomi di samping modal sumber daya
alamnya yang semakin menunjang kekuatan ekonomi RI. selain itu ada beberapa
tujuan lain yang harus dilaksanakan sesuai agenda Zionis Internasional. Berikut
ini saya coba tulis hasil penelusuran pada tahun 1994 s/d 1998, berlanjut tahun
2006 s/d 2010, ditambah informasi dari beberapa sumber. Tapi mohon diingat,
anggap saja tulisan ini hanya penambah wawasan belaka.
Perjanjian
itu biasa disebut sebagai salah satu ’Dana Revolusi’, atau ’Harta Amanah Bangsa
Indonesia’, atau pun ’Dana Abadi Ummat Manusia’. Sejak jaman Presiden Soeharto
hingga Presiden Megawati cukup getol menelisik keberadaannya dalam upaya
mencairkannya.
Perjanjian
The Green Hilton Memorial Agreement Geneva dibuat dan ditandatangani pada 21
November 1963 di hotel Hilton Geneva oleh Presiden AS John F Kennedy (beberapa
hari sebelum dia terbunuh) dan Presiden RI Ir Soekarno dengan saksi tokoh
negara Swiss William Vouker. Perjanjian ini menyusul MoU diantara RI dan AS
tiga tahun sebelumnya. Point penting perjanjian itu; Pemerintahan AS (selaku
pihak I) mengakui 50 persen keberadaan emas murni batangan milik RI, yaitu
sebanyak 57.150 ton dalam kemasan 17 paket emas dan pemerintah RI (selaku pihak
II) menerima batangan emas itu dalam bentuk biaya sewa penggunaan kolateral
dolar yang diperuntukkan pembangunan keuangan AS.
Dalam
point penting lain pada dokumen perjanjian itu, tercantum klausul yang memuat
perincian ; atas penggunaan kolateral tersebut pemerintah AS harus membayar fee
2,5 persen setiap tahunnya sebagai biaya sewa kepada Indonesia, mulai berlaku
jatuh tempo sejak 21 November 1965 (dua tahun setelah perjanjian). Account
khusus akan dibuat untuk menampung asset pencairan fee tersebut. Maksudnya,
walau point dalam perjanjian tersebut tanpa mencantumkan klausul pengembalian
harta, namun ada butir pengakuan status koloteral tersebut yang bersifat sewa
(leasing). Biaya yang ditetapkan dalam dalam perjanjian itu sebesar 2,5 persen
setiap tahun bagi siapa atau bagi negara mana saja yang menggunakannya.
Biaya
pembayaran sewa kolateral yang 2,5 persen ini dibayarkan pada sebuah account
khusus atas nama The Heritage Foundation (The HEF) yang pencairannya hanya
boleh dilakukan oleh Bung Karno sendiri atas restu Sri Paus Vatikan. Sedang
pelaksanaan operasionalnya dilakukan Pemerintahan Swiss melalui United Bank of
Switzerland (UBS). Kesepakatan ini berlaku dalam dua tahun ke depan sejak
ditandatanganinya perjanjian tersebut, yakni pada 21 November 1965.
Namun
pihak-pihak yang menolak kebijakan John F. Kennedy menandatangani perjanjian
itu, khususnya segelintir kelompok Zionis Internasional yang sangat berpengaruh
di AS bertekat untuk menghabisi nyawa dan minimal karir politik kedua kepala
negara penandatangan perjanjian itu sebelum masuk jatuh tempo pada 21 November
2965 dengan tujuan menguasai account The HEF tersebut yang berarti menguasai
keuangan dunia perbankan.
Target
sasaran pertama, ’menyelesaikan’ pihak I selaku pembayar, yakni membuat
konspirasi super canggih dengan ending menembak mati Presiden AS JF Kennedy itu
dan berhasil. Sudah mati satu orang penandatangan perjanjian, masih seorang
lagi sebagai target ke II, yakni Ir Soekarno. Kaki tangan kelompok Zionis
Internasional yang sejak awal menentang kesepakatan perjanjian itu meloby dan
menghasut CIA dan Deplu AS untuk menginfiltrasi TNI-AD yang akhirnya berpuncak
pada peristiwa G30S disusul ’penahanan’ Soekarno’ oleh rezim Soeharto. Apesnya
lagi, Soekarno tidak pernah sempat memberikan mandat pencairan fee penggunaan
kolateral AS itu kepada siapa pun juga !! Hingga beliau almarhum beneran empat
tahun kemudian dalam status tahanan politik.
Sedangkan
kalangan dekat Bung Karno maupun pengikutnya dipenjarakan tanpa pengadilan
dengan tudingan terlibat G30S oleh rezim Soeharto. Mereka dipaksa untuk
mengungkapkan proses perjanian itu dan bagaimana cara mendapatkan harta nenek
moyang di luar negeri itu. Namun usaha keji ini tidak pernah berhasil.
Hal
Ikhwal Perjanjian
Sepenggal
kalimat penting dalam perjanjian tersebut => ”Considering this statement,
which was written andsigned in Novemver, 21th 1963 while the new certificate
was valid in 1965 all the ownership, then the following total volumes were
justobtained.”
Perjanjian
hitam di atas putih itu berkepala surat lambing Garuda bertinta emas di bagian
atasnya dan berstempel ’The President of The United State of America’ dan
’Switzerland of Suisse’.
Berbagai
otoritas moneter maupun kaum Monetarist, menilai perjanjian itu sebagai fondasi
kolateral ekonomi perbankan dunia hingga kini. Ada pandangan khusus para
ekonom, AS dapat menjadi negara kaya karena dijamin hartanya ’rakyat
Indonesia’, yakni 57.150 ton emas murni milik para raja di Nusantara ini.
Pandangan ini melahirkan opini kalau negara AS memang berutang banyak pada
Indonesia, karena harta itu bukan punya pemerintah AS dan bukan punya negara
Indonesia, melainkan harta raja-rajanya bangsa Indonesia.
Bagi
bangsa AS sendiri, perjanjian The Green Hilton Agreement merupakan perjanjian
paling tolol yang dilakukan pemerintah AS. Karena dalam perjanjian itu AS
mengakui asset emas bangsa Indonesia. Sejarah ini berawal ketika 350 tahun
Belanda menguasai Jawa dan sebagian besar Indonesia. Ketika itu para raja dan
kalangan bangsawan, khususnya yang pro atau ’tunduk’ kepada Belanda lebih suka
menyimpan harta kekayaannya dalam bentuk batangan emas di bank sentral milik
kerajaan Belanda di Hindia Belanda, The Javache Bank (cikal bakal Bank
Indonesia). Namun secara diam-diam para bankir The Javasche Bank (atas
instruksi pemerintahnya) memboyong seluruh batangan emas milik para nasabahnya
(para raja-raja dan bangsawan Nusantara) ke negerinya di Netherlands sana
dengan dalih keamanannya akan lebih terjaga kalau disimpan di pusat kerajaan
Belanda saat para nasabah mempertanyakan hal itu setelah belakangan hari
ketahuan.
Waktu
terus berjalan, lalu meletuslah Perang Dunia II di front Eropa, dimana kala itu
wilayah kerajaan Belanda dicaplok pasukan Nazi Jerman. Militer Hitler dan
pasukan SS Nazi-nya memboyong seluruh harta kekayaan Belanda ke Jerman.
Sialnya, semua harta simpanan para raja di Nusantara yang tersimpan di bank sentral
Belanda ikut digondol ke Jerman.
Perang
Dunia II front Eropa berakhir dengan kekalahan Jerman di tangan pasukan Sekutu
yang dipimpin AS. Oleh pasukan AS segenap harta jarahan SS Nazi pimpinan Adolf
Hitler diangkut semua ke daratan AS, tanpa terkecuali harta milik raja-raja dan
bangsawan di Nusantara yang sebelumnya disimpan pada bank sentral Belanda. Maka
dengan modal harta tersebut, Amerika kembali membangun The Federal Reserve Bank
(FED) yang hampir bangkrut karena dampak Perang Dunia II, oleh ’pemerintahnya’
The FED ditargetkan menjadi ujung tombak sistem kapitalisme AS dalam menguasai
ekonomi dunia.
Belakangan
kabar ’penjarahan’ emas batangan oleh pasukan AS untuk modal membangun kembali
ekonomi AS yang sempat terpuruk pada Perang Dunia II itu didengar pula oleh Ir
Soekarno selaku Presiden I RI yang langsung meresponnya lewat jalur rahasia
diplomatic untuk memperoleh kembali harta karun itu dengan mengutus Dr
Subandrio, Chaerul saleh dan Yusuf Muda Dalam walaupun peluang mendapatkan
kembali hak sebagai pemilik harta tersebut sangat kecil. Pihak AS dan beberapa
negara Sekutu saat itu selalu berdalih kalau Perang Dunia masuk dalam kategori
Force Majeur yang artinya tidak ada kewajiban pengembalian harta tersebut oleh
pihak pemenang perang.
Namun
dengan kekuatan diplomasi Bung Karno akhirnya berhasil meyakinkan para petinggi
AS dan Eropa kalau asset harta kekayaan yang diakuisisi Sekutu berasal dari
Indonesia dan milik Rakyat Indonesia. Bung Karno menyodorkan fakta-fakta yang
memastikan para ahli waris dari nasabah The Javache Bank selaku pemilik harta
tersebut masih hidup !!
Nah,
salah satu klausul dalam perjanjian The Green Hilton Agreement tersebut adalah
membagi separoh separoh (50% & 50%) antara RI dan AS-Sekutu dengan ’bonus
belakangan’ satelit Palapa dibagi gratis oleh AS kepada RI. Artinya, 50 persen
(52.150 ton emas murni) dijadikan kolateral untuk membangun ekonomi AS dan
beberapa negara eropa yang baru luluh lantak dihajar Nazi Jerman, sedang 50
persen lagi dijadikan sebagai kolateral yang membolehkan bagi siapapun dan
negara manapun untuk menggunakan harta tersebut dengan sistem sewa (leasing)
selama 41 tahun dengan biaya sewa per tahun sebesar 2,5 persen yang harus
dibayarkan kepada RI melalui Ir.Soekarno. Kenapa hanya 2,5 persen ? Karena Bun
Karno ingin menerapkan aturan zakat dalam Islam.
Pembayaran
biaya sewa yang 2,5 persen itu harus dibayarkan pada sebuah account khusus a/n
The Heritage Foundation (The HEF) dengan instrumentnya adalah lembaga-lembaga
otoritas keuangan dunia (IMF, World Bank, The FED dan The Bank International of
Sattlement/BIS). Kalau dihitung sejak 21 November 1965, maka jatuh tempo
pembayaran biaya sewa yang harus dibayarkan kepada RI pada 21 November 2006.
Berapa besarnya ? 102,5 persen dari nilai pokok yang banyaknya 57.150 ton emas
murni + 1.428,75 ton emas murni = 58.578,75 ton emas murni yang harus
dibayarkan para pengguna dana kolateral milik bangsa Indonesia ini.
Padahal,
terhitung pada 21 November 2010, dana yang tertampung dalam The Heritage
Foundation (The HEF) sudah tidak terhitung nilainya. Jika biaya sewa 2.5 per
tahun ditetapkan dari total jumlah batangan emasnya 57.150 ton, maka selama 45
tahun X 2,5 persen = 112,5 persen atau lebih dari nilai pokok yang 57.150 ton
emas itu, yaitu 64.293,75 ton emas murni yang harus dibayarkan pemerintah AS
kepada RI. Jika harga 1 troy once emas (31,105 gram emas ) saat ini sekitar
1.500 dolar AS, berapa nilai sewa kolateral emas sebanyak itu ?? Hitung sendiri
aja !!
Mengenai
keberadaan account The HEF, tidak ada lembaga otoritas keuangan dunia manapun
yang dapat mengakses rekening khusus ini, termasuk lembaga pajak. Karena
keberadaannya yang sangat rahasia. Makanya, selain negara-negara di Eropa
maupun AS yang memanfaatkan rekening The HEF ini, banyak taipan kelas dunia
maupun ’penjahat ekonomi’ kelas paus dan hiu yang menitipkan kekayaannya pada
rekening khusus ini agar terhindar dari pajak. Tercatat orang-orang seperti
George Soros, Bill Gate, Donald Trump, Adnan Kasogi, Raja Yordania, Putra
Mahkota Saudi Arabia, bangsawan Turko dan Maroko adalah termasuk orang-orang
yang menitipkan kekayaannya pada rekening khusus tersebut.
George
Soros dengan dibantu ole CIA berusaha untuk membobol account khusus tersebut.
Bahkan, masih menurut sumber yang bisa dipercaya, pada akhir 2008 lalu, George
Soros pernah mensponsori sepasukan kecil yang terdiri dari CIA dan MOSSAD
mengadakan investigasi rahasia dengan berkeliling di pulau Jawa demi untuk
mendapatkan user account dan PIN The HEF tersebut.
Selain
itu, George Soros dibantu dinas rahasia CIA pernah berusaha membobol account
khusus tersebut, namun gagal. Bahkan akhir 2008 lalu, George Soros pernah
mensponsori sepasukan kecil agen CIA dan MOSSAD (agen rahasia Israel)
mengadakan investigasi rahasia dengan berkeliling di pulau Jawa demi untuk
mendapatkan user account dan PIN The HEF tersebut termasuk untuk mencari tahu
siapa yang diberi mandat Ir Soekarno terhadap account khusus itu. Padahal Ir
Soekarno atau Bung Karno tidak pernah memberikan mandat kepada siapa pun.
artinya pemilik harta rakyat Indonesia itu tunggal, yakni Bung Karno sendiri.
Sampai saat ini !!
Penjahat
Perbankan Internasional Manfaatkan Saat Ada Bencana Alam Besar
Sialnya,
CUSIP Number (nomor register World Bank) atas kolateral ini bocor. Nah, CUSIP
inilah yang kemudian dimanfaatkan kalangan bankir papan atas dunia yang
merupakan penjahat kerah putih (white collar crime) untuk menerbitkan
surat-surat berharga atas nama orang-orang Indonesia. Pokoknya siapa pun dia,
asal orang Indonesia berpassport Indonesia dapat dibuatkan surat berharga dari
UBS, HSBC dan bank besar dunia lainnya. Biasanya terdiri dari 12 lembar,
diantaranya ada yang berbentuk Proof of Fund, SBLC, Bank Guaranted, dan
lainnya. Nilainya pun fantastis, rata-rata di atas 500 juta dolar AS hingga 100
miliyar dolar AS.
Ketika
dokumen tersebut dicek, maka kebiasaan kalangan perbankan akan mengecek CUSIP
Number. Jika memang berbunyi, maka dokumen tersebut dapat menjalani proses
lebih lanjut. Biasanya kalangan perbankan akan memberikan bank officer khusus
bagi surat berharga berformat Window Time untuk sekedar berbicara sesama bank
officer jika dokumen tersebut akan ditransaksikan. Sesuai prosedur perbankan,
dokumen jenis ini hanya bisa dijaminkan atau dibuatkan rooling program atau private
placement yang bertempo waktu transaksi hingga 10 bulan dengan High Yield
antara 100 persen s/d 600 persen per tahun.
Nah,
uang sebesar itu hanya bisa dicairkan untuk proyek kemanusiaan. Makanya, ketika
terjadi musibah Tsunami di Aceh dan gempa di DIY, maka dokumen jenis ini
beterbangan sejagat raya bank. Brengseknya, setiap orang Indonesia yang namanya
tercantum dalam dokumen itu, masih saja hidup miskin blangsak sampai sekarang.
Karena memang hanya permainan bandit bankir kelas hiu yang mampu mengakali cara
untuk mencairkan aset yang terdapat dalam rekening khusus itu.
Di
sisi lain, mereka para bankir curang juga berhasil membentuk opini, dimana
sebutan ’orang stress’, sarap atau yang agak halus ’terobsesi’ kerap
dilontarkan apabila ada seseorang yang mengaku punya harta banyak, miliyaran
dollar AS yang berasal dari Dana Revolusi atau Harta Amanah Bangsa Indonesia.
Opini yang terbentuk ini bagi pisau bermata dua, satu sisi menguntungkan bagi
keberadaan harta yang ada pada account khusus tersebut tidak terotak-atik,
namun sisi lainnya para bankir bandit dapat memanfaatkannya demi keuntungan
pribadi dan komplotannya ketika ada bencana alam besar di dunia, seperti
bencana Tsunami di Jepang baru-baru ini. Tapi yang paling berbahaya, tidak ada
pembelaan rakyat, negara dan pemerintah Indonesia ketika harta ini benar-benar
ada dan mesti diperjuangkan bagi kemakmuran rakyat Indonesia.
Kaitannya dengan Satria Piningit, Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu, Ratu Adil
Penulis
punya pengertian, ketika Satrio Piningit sudah melaksanakan fungsinya sebagai
pemimpin maka beliau menjadi Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu (SPSW) karena
kecintaannya yang teramat sangat kepada TUHAN ALLAH.
Takut
akan TUHAN dengan mencintai-NYA dengan segenap hatinya menjadi awal setiap
langkah beliau dalam melaksanakan tugas membawa rakyat Nusantara maupun umat
manusia menuju kesejahteraan dan kemakmuran yang hakiki. Ketika semua umat
manusia pada umumnya dan rakyat Nusantara pada khususnya sudah mendapatkan
kesejahteraan dan kemakmuran yang hakiki itu, maka beliau mendapat sebutan sang
Ratu Adil.
Kami
juga berkeyakinan, sang SPSW yang mampu mendapatkan kembali harta abadi rakyat
Nusantara, bagaimana pun prosesnya. Karena kepemimpinannya memang mendapat
bimbingan langsung TUHAN Pemilik Semesta Alam. Semua harta itu akan diserahkan
kepada negara yang dipimpinnya untuk dikelola demi kesejahteraan dan kemakmuran
segenap pemilik sejatinya, yakni bangsa Nusantara ini !!
~
Dives ultro indonesiA ~
By-
wongireng, rekan kerja kigendengbange
sumber : http://akigendengbanget.wordpress.com/2011/04/25/16/
sumber : http://akigendengbanget.wordpress.com/2011/04/25/16/
Rabu, 04 Januari 2012
Cipta’an Allah Yang Paling Mulia
By: Ahmad Sadam Husaein
Dalam Al-Qur’an Surat At-tiin
ayat 4-8 ;
(4)
Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya(5).Kemudian
kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)(6).Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala
yang tiada putus-putusnya (7). Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan
(hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu?(8).Bukankah Allah
hakim yang seadil-adilnya?
Ketika
mengkaji isi surat
At-tiin ayat 4 s/d 8 di atas saya merenung sejenak, bagaimana manusia
diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya? padahal tak ada manusia yang
sempurna, semuanya mempunyai kekurangan. Lalu yang dimaksud sebaik-baiknya di sini
yang bagaimana?
Dari renungan
tersebut saya teringat pelajaran biologi di sekolah dulu, guru pernah
mengatakan bahwa istilah makhluk hidup mengacu pada tiga jenis ciptaan Tuhan,
yaitu Tumbuhan, Hewan, dan Manusia. Dan ciri-ciri dari makhluk hidup ada tiga
(1) Tumbuh, (2)Berkembang Biak, (3) Bernafas.
Kalau misalnya
saya mengambil contoh pohon mangga, ia merupakan makhluk hidup karena bisa
tumbuh, berkembang biak, dan juga bernafas. Dari sebuah biji, ia tumbuh menjadi
sebuah pohon yang rimbun hingga menghasilkan buah. Pohon mangga juga berkembang
biak, jika kita menanam biji mangga dan merawatnya dengan baik, biji itu akan
tumbuh menjadi pohon mangga baru.
Dibalik mata
lahir yang terbatas, pohon mangga juga bernafas dengan cara menghirup zat Co2
(karbondioksida). Itu sebabnya, di jalan-jalan sangat dianjurkan untuk ditanami
pohon, karena dapat menyerap polusi zat Co2 yang berasal dari kendaraan
bermotor maupun asap pabrik.
Hewan adalah
contoh makhluk hidup lain yang juga bernafas, tumbuh, dan berkembang biak. Seekor
induk Harimau misalnya akan melahirkan bayi Harimau yang seiring perjalanan
waktu, bayi itu akan tumbuh menjadi Harimau dewasa. Tentu saja, selama masih
hidup Harimau itu akan selalu bernafas.
Nah sesuai isi
surat At-tiin
di atas pertanyaannya adalah, apakah cukup manusia di dunia ini hanya untuk
bernafas, tumbuh, dan berkembang biak seperti tumbuhan dan hewan? Kalau
hanya demikian bukankah berarti kita sebagai manusia tak ada bedanya dengan
hewan dan tumbuhan ? padahal, Allah telah menciptakan manusia dengan bentuk
yang sempurna. Ia memiliki akal dan hati. Dua hal yang tak dipunyai oleh
makhluk lain. Dengan kedua kelebihan itu, manusia bisa mengeksplorasi bahwa
ternyata ada yang lebih penting dari sekedar bernafas, tumbuh, dan berkembang
biak. Manusia sebagai makhluk yang dianugrahi akal dan hati dituntut umtuk
mampu mengenali hakekat hidup yang sebenarnya.
Apa sih
sebenarnya makna hidup itu?
Kalau melihat
fenomena di jepang angka bunuh diri di Negara Jepang ternyata sangat tinggi,
dari data yang saya peroleh di internet angkanya mencapai tiga puluh ribu orang pertahun. Alasan paling
utama dibalik kasus ini adalah PHK (pemutusan Hubungan Kerja) Hal ini sangat
mengherankan, karena ternyata lapangan pekerjaan di jepang masih banyak. Tapi
di sana, yang
dipersoalkan bukan sulitnya mencari pekerja’an baru, tetapi yang membuat warga
jepang bunuh diri karena mereka hanya tidak kuat menanggung malu karena
dihentikan. Mereka mengartikan bahwa orang yang di PHK adalah orang yang tidak
berkualitas. Tak mengherankan, jika kemudian banyak yang berpikiran sempit,
daripada menanggung rasa malu, lebih baik mengakhiri hidup. Bagi mereka hidup
dikatakan bermakna jika kualitas mereka diakui oleh perusahaan tempat mereka
bekerja.
Mengkaji
fenomena di atas orang jepang memaknai hidupnya apabila hidup mereka
berkualitas dengan diakui mereka oleh sebuah perusahaan.lantas apa gunanya kita
di dunia ini jika kita hanya mementingkan diri kita sendiri?
Apa bedanya manusia dengan Hewan?
- kalau orang bekerja mencari uang untuk membeli makan dan membangun tempat tinggal. Apa bedanya dengan Hewan?
- kalau orang bekerja untuk melampiaskan kasih sayang pada anak, istri/suaminya. Apa bedanya dengan hewan?
- kalau orang bekerja hanya mengejar jabatan agar ia berkuasa atas orang lain. Apakah bedanya dengan hewan?
Manusia adalah
makhluk sosial yang membutuhkan berhubungan antar sesamanya. Kebutuhan ini
bersifat mutlak dan universal. Dalam ajaran islam, setiap kali bertemu dengan
sesama muslim, kalimat pertama yang harus kita ucapkan adalah “Assalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarokatuh”. Ucapan ini bukan sekedar sapaan, tetapi juga
merupakan sebuah do’a untuk keselamatan. Ini menunjukkan betapa dalam ajaran
islam (rahmatan lil alamin).
Apa
gunanya kita lahir di dunia ini kalau kita tidak bermanfa’at? Allah SWT
menurunkan kita ke dunia ini supaya menjadi Khalifah atau pemimpin. Seorang pemimpin yang sejati adalah
yang bisa memberikan arti bagi orang-orang yang dipimpinnya. Rosulullah SAW
sendiri pernah mengingatkan umat islam untuk selalu memberikan sesuatu yang
berguna bagi manusia yang lain, sabdanya :“sebaik-baik manusia adalah yang
paling bermanfa’at bagi manusia lain”. (HR Bukhori).
Gerak
atau Perubahan manusia harus memberi manfa’at bagi dirinya sendiri dan orang
lain, makanya dalam hadits yang lain Rosul SAW, mengingatkan kita akan
pentingnya berubah menjadi lebih baik dari hari ke hari. “orang yang hari
ini sama dengan hari kemarin adalah orang yang rugi, orang yang hari ini lebih
buruk dari hari kemarin adalah orang yang celaka, dan orang yang hari ini lebih
baik dari hari kemarin adalah termasuk orang yang beruntung”.
Jadi, yang dimaksud orang beriman dan beramal sholeh
dalam surat
At-tiin ayat 6 adalah orang yang melakukan segala sesuatunya baik yang
bermanfa’at bagi dirinya sendiri maupun orang lain semua dikerjakan karena
Allah SWT. Dan janji Allah akan memberikan pahala bagi mereka yang tiada putusnya.
Apakah kita
sudah termasuk orang yang beriman dan beramal Sholeh?
Tentunya tidak
mudah untuk menjadi orang yang beriman dan beramal sholeh, karena kata Allah
dalam Al-Qur’an surat
Al-Baqarah ayat 155-156;
“kami akan
menguji kamu dengan bermacam-macam percobaan diantaranya ketakutan, kelaparan,
kehabisan harta, kematian keluarga, kekurangan hasil bumi.dan bergembiralah
orang-orang yang sabar dan apabila ditimpakan mereka kesusahan, mereka berkata
“sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami kembali”.
Sesuatu kesenangan
dan kesusahan yang tak dapat disyukuri oleh orang yang bersangkutan, itu
berarti azab dan sebaliknya, sesuatu kesenangan atau kesusahan yang senantiasa
di syukuri itu berarti ujian.
Dalam
kenyataaan hidup keseharian, banyak orang yang tak pernah puas dengan apa yang
sudah dimiliki, merasa miskin walaupun menurut pandangan masyarakat umum,
mereka hidup berkecukupan, sehingga tak mengherankan bila sebagian orang yang
sebenarnya dalam kacamata umum dianggap cukup, mereka berani mengkorup harta
rakyat, padahal katanya mereka terhormat, padahal katanya mereka pejabat, dan
padahal katanya mereka konglomerat, padahal katanya mereka birokrat, katanya
mereka wakil rakyat! Mereka tidak pernah puas dan selalu merasa kurang.
Sedangkan Orang yang meyakini bahwa segala sesuatu terjadi karena kehendak
Tuhan, pasti tabah dalam menghadapi kesulitan.
Oleh karena
itu, untuk memperoleh keseimbangan hidup dunia dan akhirat yaitu dengan menjadi
manusia yang sebaik-baik cipta’an Allah SWT, maka jadilah manusia yang
bermanfa’at bagi manusia yang lainnya dan manusia yang selalu mengingat
Tuhannya serta menyadari bahwa manusia sebagai kholifah sekaligus menjadi hamba
di muka bumi ini.
Minggu, 01 Januari 2012
Tahun Baruku di Jalanan
Jika tahun baru tiba, aku mengurung diri di kamar, seharian,
semalaman. Aku selalu takut keramaian, sebab dalam keramaian, manusia
menari-nari di ombak nilai paling permukaan. Aku selalu sunyi dalam
keriuhan, karena dalam keramaian, manusia hanya sekilas-kilas memandang
satu sama lain. Keramaian adalah gembok amat rapat bagi ilmu
pengetahuan dan kedalaman.
Pijakkan kaki didataran terjal dari tahun ke tahun dari tempatmu masing-masing, juga aku dari tempatku sendiri, tempat yg maaf__ku pilih sendiri.
Apa doa yg kau pilih? Aku mohon supaya Indonesia mulai menemukan akal sehatnya, semoga proses anti pembodohan dibantu oleh para Malaikat, semoga demokratisasi tidak terlalu tahayul, semoga para pemimpin Islam selamat dari atmosfer “shummumbukmun“, serta semoga semua manusia dan kelompok-kelompok manusia dibimbing menemukan “kebenaran yang sejati” dalam “ilallah” yang sesunguh-sungguhnya.
Gusti Allah, kami makhluk yang Engkau istimewakan, namun yang kami himpun adalah kebodohan. Tak sanggup kami temukan “laa ilaaha” ketika berada di pasar, di kantor, di toko- toko, di bioskop, di mana sajan sehingga “ilallah” kami pun kacau balau. Gusti Allah, sampai hari ini pun belum kami masuki surah Al- Ikhlas-Mu dalam kehidupan sehari-hari, dalam politik, dalam kebudayaan, hukum, ekonomi, dan nurani. Kami ini manusia pra-Ibrahim.
Dengan hati berdebar ku masuki 1991, tahun “furqan“, tahun dikotomi, tahun polarisasi ekstrem antara kegelapan dan cahaya
Perkenankanlah aku memasuki “dunia puisi” (telah bertemu dengan-Mu kah rahasia puisi Qur’an di balik setiap hurufnya?). Sebab, buat sementara puisilah penjaga kejujuranku, obyektivitasku, kejernihan, dan kesejahteraanku.
Sudah lama Rabiah melambai-lambaikna tangannya kepadaku, dan ku jawab, “Sebentar, aku masih harus menukangi Lautan Jilbab dan Keluarga Sakinah untuk umat-Mu yang butuh harga diri!”.
Sudah lama Rumi menggoda-goda lagu kangen jiwa terdalamku, namun kujawab, “tunggu dulu”, aku masih harus berkeliling-keliling menemani umat yang kurang disantuni umara maupun ulamanya!
Sudah lama Kahlil Gibran, (yg menjelang akhir hayatnya menyunggi Qur’an diubun-ubunnya namun tak pernah diberitahukan orang kepada kita), berkata,”Untuk apa kau memprimodialkan diri untuk umat yang belum tentu sungguh-sungguh menerimamu? Untuk apa hampir engkau tumpahkan seluruh tahun-tahun hidupmu, tenaga, dan fikiranmu. Engkau sisihkan karier dan hak kehidupan pribadimu untuk umat yang tanpa kepemimpinan dan engkau tak mampu mengubah keadaan itu, untuk orang-orang yang manis didepanmu tapi bisa menikam punggung dari belakangmu?”
Aku jawab, “Tenanglah, Tuhan Maha Dalang, tersenyum dan tertawalah meskipun “rahasia sirrullah” dalam dirimu tak dipahami orang sehingga engkau difitnah dan dikutuk-kutuk….”
Kini kuikuti kaki lelah Rosulullah dan tubuhnya yang terluka dan berdarah sepulang dari Thaif. Kini kuucapkan doa sebagaimana puisi syahadat kembali yg Beliau lantunkan. Rasulullah menangis di antara sholat-sholat malamnya,” Mengapa aku hanya bisa sesekali belaka menangis kepada-Mu, Allah? Aku cemburu kepada rohani Muhammad Idolaku!”
Kepada kaum Muslimin, aku mohon pamit untuk sementara waktu. Selama 15 tahun, engkau pekerjakan aku di “beranda” dan “halaman” masjid. Umat berjubel di situ, membutuhkan peran penyantunan, peran kecendekiaan, peran kesenimanan, peran kekiaian, peran ketabiban sosial, peran sahabat kemanusiaan. Telah kucoba melakukan hal-hal yg sesungguhnya mungkin aku kurang mampu, yg sesungguhnya merupakan kewajiban formal para pemimpin yg berada di “kedalaman masjid”. Aku hanya orang kecil dan lemah, yg pundakku tak berkah menyangga kewajiban makro organisasi tablig, proyek pencerdasan umat, antisipasi atas proses dahsyat pemurtadan, apalagi silaturrahmi penumbuhan yg membutuhkan kohesi strategis dalam skala makro nasional.
Aku hanya orang kecil dan lemah, yg segala pemenuhan amanahku terbentur dinding masjid. Segala aspirasiku, pemikiran-pemikiranku, filosofi, dan usulan strategiku, hasil ‘ngasak’ Qur’an-ku sebagai ” mufassir liar” atau “Kiai Comotan, tidak cukup bermutu untuk bisa diterima di “kedalaman masjid”, dari Muhammadiyah, NU, ICMI, Dewan Dakwah, MUI, dan lain-lain. Yang kujumpai tak lain adalah kekecilan dan kelemahanku. Semua yg engkau minta dariku dan yg aku salurkan dari Allah kepadamu tak pernah cukup terkait dengan strategi organisasional makro kepemimpinan umat ini. Sehingga kini setiap suku kata dr mulutku dan setiap gerak langkah kaki sangat bergantung pada ada tidaknya keterkaitan itu. Tidak lagi bisa dengan gampang kuberikan hanya untuk romantisme sporadis parsial, hanya untuk ombak kecil yg justru segera disapu oleh gelombang besar yg membanjir dr “kedalaman masjid”.
Kepada saudara-saudara seiman di “beranda” dan “halaman” masjid”, akan kuberikan diriku secara tunai jika jaminan darimu pun tunai dan menyeluruh. Aku telah berbicara dengan ratusan kelompok dan ratusan panitia, dan aku menyimpukan kita masih ‘receh’ sehingga kini kulemparkan diriku di jalanan, ke luar pagar halaman masjid untuk menyusun karya bagi anak cucu kelak.
Kuletakkan diriku di jalanan sesak, tempat puisi-puisi tiada berkostum, sebab tubuhnya telah dipenuhi cahaya nuraninya sendiri. Jalanan sesak oleh sahabat-sahabatmu yg engkau remehkan, yg engkau najiskan, yg engkau kafirkan, yg tidak fasih mengucapkan ayat, yg engkau sebut “abangan”, namun tidak bisa engkau jamin bahwa kualitas iman mereka lebih rendah daripada kemantapan dan pameran imanmu dalam formalisme-formalisme.
Engkau tak akan bisa membeli sikapku ini dengan uang berapa pun, dengan air mata atau ‘backibg’ ayat-ayat yg nanti kusediakan diriku untuk berdebat denganmu tentang ayat-ayat itu. Mungkin kita akan saling kehilangan, dan jika kita ingin mengusir rasa kehilangan itu, mari kita selenggarakan perjanjian tunai. Perjanjian tunai antara kita semua penghuni “beranda” dan “halaman” masjid untuk berkata sesuatu, berbuat, menggugat, menuntut, dan mengontrol mereka yg memimpin kita dr “kedalaman masjid”.
Atau, barangkali kita sama sekali tidak akan merasa kehilangan sehingga terbuktilah bahwa secara realistis. Pergiku ke jalanan kembali ini tak salah adanya. (Patang Puluhan 30 Desember 1990, Sumber: buku ” Sudrun Gugat”).
ditulis oleh : Muhammad Ainun Najib
Pijakkan kaki didataran terjal dari tahun ke tahun dari tempatmu masing-masing, juga aku dari tempatku sendiri, tempat yg maaf__ku pilih sendiri.
Apa doa yg kau pilih? Aku mohon supaya Indonesia mulai menemukan akal sehatnya, semoga proses anti pembodohan dibantu oleh para Malaikat, semoga demokratisasi tidak terlalu tahayul, semoga para pemimpin Islam selamat dari atmosfer “shummumbukmun“, serta semoga semua manusia dan kelompok-kelompok manusia dibimbing menemukan “kebenaran yang sejati” dalam “ilallah” yang sesunguh-sungguhnya.
Gusti Allah, kami makhluk yang Engkau istimewakan, namun yang kami himpun adalah kebodohan. Tak sanggup kami temukan “laa ilaaha” ketika berada di pasar, di kantor, di toko- toko, di bioskop, di mana sajan sehingga “ilallah” kami pun kacau balau. Gusti Allah, sampai hari ini pun belum kami masuki surah Al- Ikhlas-Mu dalam kehidupan sehari-hari, dalam politik, dalam kebudayaan, hukum, ekonomi, dan nurani. Kami ini manusia pra-Ibrahim.
Dengan hati berdebar ku masuki 1991, tahun “furqan“, tahun dikotomi, tahun polarisasi ekstrem antara kegelapan dan cahaya
Perkenankanlah aku memasuki “dunia puisi” (telah bertemu dengan-Mu kah rahasia puisi Qur’an di balik setiap hurufnya?). Sebab, buat sementara puisilah penjaga kejujuranku, obyektivitasku, kejernihan, dan kesejahteraanku.
Sudah lama Rabiah melambai-lambaikna tangannya kepadaku, dan ku jawab, “Sebentar, aku masih harus menukangi Lautan Jilbab dan Keluarga Sakinah untuk umat-Mu yang butuh harga diri!”.
Sudah lama Rumi menggoda-goda lagu kangen jiwa terdalamku, namun kujawab, “tunggu dulu”, aku masih harus berkeliling-keliling menemani umat yang kurang disantuni umara maupun ulamanya!
Sudah lama Kahlil Gibran, (yg menjelang akhir hayatnya menyunggi Qur’an diubun-ubunnya namun tak pernah diberitahukan orang kepada kita), berkata,”Untuk apa kau memprimodialkan diri untuk umat yang belum tentu sungguh-sungguh menerimamu? Untuk apa hampir engkau tumpahkan seluruh tahun-tahun hidupmu, tenaga, dan fikiranmu. Engkau sisihkan karier dan hak kehidupan pribadimu untuk umat yang tanpa kepemimpinan dan engkau tak mampu mengubah keadaan itu, untuk orang-orang yang manis didepanmu tapi bisa menikam punggung dari belakangmu?”
Aku jawab, “Tenanglah, Tuhan Maha Dalang, tersenyum dan tertawalah meskipun “rahasia sirrullah” dalam dirimu tak dipahami orang sehingga engkau difitnah dan dikutuk-kutuk….”
Kini kuikuti kaki lelah Rosulullah dan tubuhnya yang terluka dan berdarah sepulang dari Thaif. Kini kuucapkan doa sebagaimana puisi syahadat kembali yg Beliau lantunkan. Rasulullah menangis di antara sholat-sholat malamnya,” Mengapa aku hanya bisa sesekali belaka menangis kepada-Mu, Allah? Aku cemburu kepada rohani Muhammad Idolaku!”
Kepada kaum Muslimin, aku mohon pamit untuk sementara waktu. Selama 15 tahun, engkau pekerjakan aku di “beranda” dan “halaman” masjid. Umat berjubel di situ, membutuhkan peran penyantunan, peran kecendekiaan, peran kesenimanan, peran kekiaian, peran ketabiban sosial, peran sahabat kemanusiaan. Telah kucoba melakukan hal-hal yg sesungguhnya mungkin aku kurang mampu, yg sesungguhnya merupakan kewajiban formal para pemimpin yg berada di “kedalaman masjid”. Aku hanya orang kecil dan lemah, yg pundakku tak berkah menyangga kewajiban makro organisasi tablig, proyek pencerdasan umat, antisipasi atas proses dahsyat pemurtadan, apalagi silaturrahmi penumbuhan yg membutuhkan kohesi strategis dalam skala makro nasional.
Aku hanya orang kecil dan lemah, yg segala pemenuhan amanahku terbentur dinding masjid. Segala aspirasiku, pemikiran-pemikiranku, filosofi, dan usulan strategiku, hasil ‘ngasak’ Qur’an-ku sebagai ” mufassir liar” atau “Kiai Comotan, tidak cukup bermutu untuk bisa diterima di “kedalaman masjid”, dari Muhammadiyah, NU, ICMI, Dewan Dakwah, MUI, dan lain-lain. Yang kujumpai tak lain adalah kekecilan dan kelemahanku. Semua yg engkau minta dariku dan yg aku salurkan dari Allah kepadamu tak pernah cukup terkait dengan strategi organisasional makro kepemimpinan umat ini. Sehingga kini setiap suku kata dr mulutku dan setiap gerak langkah kaki sangat bergantung pada ada tidaknya keterkaitan itu. Tidak lagi bisa dengan gampang kuberikan hanya untuk romantisme sporadis parsial, hanya untuk ombak kecil yg justru segera disapu oleh gelombang besar yg membanjir dr “kedalaman masjid”.
Kepada saudara-saudara seiman di “beranda” dan “halaman” masjid”, akan kuberikan diriku secara tunai jika jaminan darimu pun tunai dan menyeluruh. Aku telah berbicara dengan ratusan kelompok dan ratusan panitia, dan aku menyimpukan kita masih ‘receh’ sehingga kini kulemparkan diriku di jalanan, ke luar pagar halaman masjid untuk menyusun karya bagi anak cucu kelak.
Kuletakkan diriku di jalanan sesak, tempat puisi-puisi tiada berkostum, sebab tubuhnya telah dipenuhi cahaya nuraninya sendiri. Jalanan sesak oleh sahabat-sahabatmu yg engkau remehkan, yg engkau najiskan, yg engkau kafirkan, yg tidak fasih mengucapkan ayat, yg engkau sebut “abangan”, namun tidak bisa engkau jamin bahwa kualitas iman mereka lebih rendah daripada kemantapan dan pameran imanmu dalam formalisme-formalisme.
Engkau tak akan bisa membeli sikapku ini dengan uang berapa pun, dengan air mata atau ‘backibg’ ayat-ayat yg nanti kusediakan diriku untuk berdebat denganmu tentang ayat-ayat itu. Mungkin kita akan saling kehilangan, dan jika kita ingin mengusir rasa kehilangan itu, mari kita selenggarakan perjanjian tunai. Perjanjian tunai antara kita semua penghuni “beranda” dan “halaman” masjid untuk berkata sesuatu, berbuat, menggugat, menuntut, dan mengontrol mereka yg memimpin kita dr “kedalaman masjid”.
Atau, barangkali kita sama sekali tidak akan merasa kehilangan sehingga terbuktilah bahwa secara realistis. Pergiku ke jalanan kembali ini tak salah adanya. (Patang Puluhan 30 Desember 1990, Sumber: buku ” Sudrun Gugat”).
ditulis oleh : Muhammad Ainun Najib
Menghormati Orang Tua (birrulwalidain)
Menghormati Orang Tua. Al-Qur'an secara tegas mewajibkan kita untuk berbakti kepada kedua orang tuanya (Q/17:23). Berbakti kepada kedua orang tua (birrul walidain) merupakan alkhoir, yakni nilai kebaikan yang secara universal diwajibkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Artinya nilai kebaikan berbakti kepada orang tua itu berlaku sepanjang zaman dan pada seluruh lapisan masyarakat. Akan tetapi bagaimana caranya berbakti sudah termasuk kategori al ma'ruf, yakni nilai kebaikan yang secara sosial diakui oleh masyarakat pada suatu zaman dan suatu lingkungan.
Dalam hal ini al Qur 'anpun memberi batasan, misalnya seperti yang disebutkan dalam surat al Isra, bahwa seorang anak tidak boleh berkata kasar apalagi menghardik kepada kedua orang tuanya(Q/17:23). Seorang anak juga harus menunjukkan sikap berterima kasihnya kepada kedua orang tua yang menjadi sebab kehadirannya di muka bumi. Di mata Allah sikap terima kasih anak kepada orang tuanya dipandang sangat penting, sampai perintah itu disampaikan senafas dengan perintah bersyukur kepadaNya (anisykur li wa liwa lidaika (Q/31:14)).
Meski demikian, kepatuhan seorang anak kepada orang tua dibatasi dengan kepatuhannya kepada Allah. Jika orang tua menyuruh anaknya melakukan hal-hal yang bertentangan dengan perintah Allah, maka sang anak dilarang mematuhi perintah orang tua tersebut, seraya tetap harus menghormatinya secara patut (ma'ruf) sebagai orang tua (Q/ 31:15). Seorang anak, oleh Nabi juga dilarang berperkara secara terbuka dengan orang tuanya di forum pengadilan, karena hubungan anak —orang tua bukan semata-mata hubungan hukum yang mengandung dimensi kontrak sosial melainkan hubungan darah yang bernilai sakral. Sementara itu orang tua harus adil dalam memberikan kasih sayangnya kepada anak-anaknya. Diantara kewajiban orang tua kepada anak-anaknya adalah; memberi nama yang baik, menafkahi, mendidik mereka dengan agama (akhlak kehidupan) dan menikahkan jika sudah tiba waktunya.
Adapun jika orang tua sudah meninggal, maka kewajiban anak kepada orang tua adalah (a) melaksanakan wasiatnya, (b) menjaga nama baiknya, (c) meneruskan cita-citanya, (d) meneruskan silaturahmi dengan handai tolannya, (e) memohonkan ampun kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala
Dalam hal ini al Qur 'anpun memberi batasan, misalnya seperti yang disebutkan dalam surat al Isra, bahwa seorang anak tidak boleh berkata kasar apalagi menghardik kepada kedua orang tuanya(Q/17:23). Seorang anak juga harus menunjukkan sikap berterima kasihnya kepada kedua orang tua yang menjadi sebab kehadirannya di muka bumi. Di mata Allah sikap terima kasih anak kepada orang tuanya dipandang sangat penting, sampai perintah itu disampaikan senafas dengan perintah bersyukur kepadaNya (anisykur li wa liwa lidaika (Q/31:14)).
Meski demikian, kepatuhan seorang anak kepada orang tua dibatasi dengan kepatuhannya kepada Allah. Jika orang tua menyuruh anaknya melakukan hal-hal yang bertentangan dengan perintah Allah, maka sang anak dilarang mematuhi perintah orang tua tersebut, seraya tetap harus menghormatinya secara patut (ma'ruf) sebagai orang tua (Q/ 31:15). Seorang anak, oleh Nabi juga dilarang berperkara secara terbuka dengan orang tuanya di forum pengadilan, karena hubungan anak —orang tua bukan semata-mata hubungan hukum yang mengandung dimensi kontrak sosial melainkan hubungan darah yang bernilai sakral. Sementara itu orang tua harus adil dalam memberikan kasih sayangnya kepada anak-anaknya. Diantara kewajiban orang tua kepada anak-anaknya adalah; memberi nama yang baik, menafkahi, mendidik mereka dengan agama (akhlak kehidupan) dan menikahkan jika sudah tiba waktunya.
Adapun jika orang tua sudah meninggal, maka kewajiban anak kepada orang tua adalah (a) melaksanakan wasiatnya, (b) menjaga nama baiknya, (c) meneruskan cita-citanya, (d) meneruskan silaturahmi dengan handai tolannya, (e) memohonkan ampun kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala
Langganan:
Postingan (Atom)