Pernahkah kalian mendengar atau mengkaji tentang hari kasih sayang versi Islam???
Sungguh saya serius dengan makna Hari Kasih Sayang Islam versi Rasulullah Muhammad SAW. Fathu Makkah, yang diabadikan dalam Al Qur’ãn sebagai Fathan Mubina, kemenangan yang nyata, terjadi pada Bulan Ramadhan, tepatnya pada tanggal10 Ramadhan tahun ke-8 Hijriyah. Pasukan Islam dari Madinah merebut kembali kota Makkah. Diizinkan Allah memperoleh kemenangan besar. Ribuan tawanan musuh diberi amnesti massal.
Rasulullah berpidato kepada ribuan tawanan perang: "…hadza laisa yaumi l-malhamah, walakinna hadza yaumu l-marhamah, wa antumu l-thulaqa….".Wahai manusia, hari ini bukan hari pembantaian, melainkan hari ini adalah hari kasih sayang, dan kalian semua merdeka kembali ke keluarga kalian masing-masing.
Pasukan Islam mendengar pidato itu merasa shock juga. Berjuang hidup mati, diperhinakan, dilecehkan sekian lama, ketika kemenangan sudah di genggaman: malah musuh dibebaskan. Itu pun belum cukup. Rasulullah memerintahkan rampasan perang, berbagai harta benda dan ribuan onta, dibagikan kepada para tawanan.
Sementara pasukan Islam tidak memperoleh apa-apa. Sehingga mengeluh dan memproteslah sebagian pasukan Islam kepada Rasulullah. Mereka dikumpulkan dan Muhammad SAW bertanya: "Sudah berapa lama kalian bersahabat denganku?" Mereka menjawab: sekian tahun, sekian tahun… "Selama kalian bersahabat denganku, apakah menurut hati kalian aku ini mencintai kalian atau tidak mencintai kalian?" Tentu saja sangat mencintai. Rasulullah mengakhiri pertanyaannya: "Kalian memilih mendapatkan onta ataukah memilih cintaku kepada kalian?"
Menangislah mereka karena cinta Rasulullah kepada mereka tidak bisa dibandingkan bahkan dengan bumi dan langit.
Tentu saja, andai kita berada di situ sebagai bagian dari pasukan Islam, kelihatannya kita menjawab agak berbeda: "Sudah pasti kami memilih cinta Rasulullah… tapi kalau boleh mbok ya juga diberi onta dan emas segram dua gram juga. Heheh…
Yaum Al-Marhamah, hari kasih sayang "versi Islam" diambil dari peristiwa mulia dan aspirasi demokrasi-plus Muhammad SAW.
Itu salah satu di antara sangat banyak kejadian sejarah sarat makna yang diizinkan Allah berlangsung pada bulan Ramadhan. Hari kasih sayang versi Rasulullah Muhammad SAW itu mengandung dimensi-dimensi nilai yang tak terkirakan kadar kemuliaan sosialnya, keintiman kasih sayang universalnya, strategi cinta yang beyond kelompok, negara, pemetaan-pemetaan politik, kepercayaan diri yang luar biasa dalam konteks militer dan keterpaksaan dalam permusuhan.
Bahkan, selama Muhammad SAW terlibat dalam sejumlah peperangan karena dimusuhi, strategi yang beliau terapkan bukan "bagaimana memusnahkan musuh setuntas-tuntasnya", tapi "bagaimana meminimalisasi korban sampai sesedikit-sedikitnya kematian pada kedua belah pihak".
Yang menurut saya sangat penting dari Yaum Al-Marhamah bukanlah kemenangan atas musuh. Maka ia tak disebut Yaum Al-Fath, hari kemenangan, melainkan hari kasih sayang. Karena pasalnya bukan terutama kemenangan kekuatan manusia atau kelompok atas kelompok atau manusia lain, melainkan kemenangan atas diri sendiri. Kemenangan atas nafsu sendiri.
Kemenangan untuk tidak memusuhi meskipun dimusuhi. Kemenangan untuk tidak membenci orang yang memerangi kita. Kalau terpaksa meladeni peperangan, bela diri atau persaingan, itu dilakukan karena tidak diberi formula dialektika yang lain. Sehingga itu kita lakukan tetap dalam kesadaran kasih sayang kemanusiaan dan kemakhlukan.
Jika "terpaksa" menang, tidak kita nikmati dan rayakan kemenangan atas pihak lain itu karena yang substansial dan mengandung kemuliaan adalah kemenangan atas diri sendiri, kemenangan atas sifat-sifat rendah di dalam diri kita sendiri.
Sebagaimana pada peristiwa Ramadhan yang lain, yakni Perang Badar, Rasulullah menyampaikan ungkapan luar biasa bernilai peradaban dunia: "Kita baru saja menyelesaikan dan memenangkan jihad kecil, kini memasuki jihad akbar, yakni perang melawan nafsu diri kita sendiri".
Perang melawan kerakusan ekonomi, kebodohan dalam ketertindasan, keserakahan agenda-agenda politik kekuasaan yang menjadi kiblat semua pemegang tongkat sejarah. Perang Badar Kubrayang diabadikan dalam Al-Quran sebagai Yaum Al-Furqan, hari pembeda antara kebenaran dan kebatilan, dan umat Islam saat itu meraih kemenangan besar, terjadi pada 17 Ramadhan tahun ke-2 Hijriah.
Pada pertempuran di bulan Ramadhan ini, 313 (180+133) tentara kaum Muslimin berhasil menghajar telak dan melibas 1.000 pasukan lawan yang maintenance militernya jauh lebih unggul. Rasulullah memberikan dua ilmu atau rumus menjalani kehidupan:
Pertama, kepada pasukan Badar yang sangat lemah segala-galanya, Rasulullah berkata: "Kalian akan ditolong oleh Allah, diberi kemenangan dan rezeki. Tapi itu bukan karena kehebatan kalian, melainkan karena orang-orang lemah yang kalian perjuangkan".
Ilmu dan rumus kedua,
Rasulullah tidak bodoh dan irasional untuk memohon kepada Allah "Ya Allah, berikanlah kemenangan kepada pasukan Islam." Melainkan suatu pernyataan yang jenius kepada Allah: "Asalkan Engkau tidak marah kepadaku, ya Allah, maka atas segala ketentuan-Mu atas nasib kami di dunia, la ubali, aku tidak peduli." Bahasa Jawanya: "Gak patheken!" Mau dihina, diremehkan orang, monggo. Difitnah, disikapi tidak adil, ditimpa pembunuhan karakter, santet, bahkan pembunuhan fisik, silakanlah. Apa saja. Asalkan Allah ridha kepada kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar