saddam

Ummul Kitab Adalah Ibu dari segala aktifitas kita, jadikanlah ummul kitab sebagai permulaan semua aktivitas kita, supaya aktifitasmu terarah oleh-Nya

Kamis, 23 Juni 2011

“Korban Jaman”


Bicara soal sekolah dan kuliah di jaman reformasi ini memang kian runyam. Mulai dari biaya masuk, uang gedung, sumbangan, praktikum, hingga buku kok kian mahal ya? Padahal jargon pemerintah kan untuk tingkat pendidikan dasar sembilan tahun gratis…tis…tis! Adapun untuk tingkat lanjutan, bahkan kuliah di perguruan tinggi ada sistem subsidi silang dan lain sebagainya yang intinya bahwa setiap anak bangsa memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan formal.

Semua kenyamanan dan kemewahan pendidikan tersebut memang hanya teoritis di jagad kahyangan. Bila sudah bicara di tingkat pelaksanaan lapangan, ternyata semua itu hanya retorika belaka! Belum lagi bicara tentang kurikulum, ini anak bangsa sebenarnya mau dididik seperti apa?

Dunia memang telah bergerak menelusuri jalan globalisasi. Segala hal mengarah kepada penyeragaman pola pikir, sikap dan tindakan. Penyeragaman itupun tak tanggung-tanggung diiklankan setiap hari ke rumah dan bilik kita semua. Modernisasi menggiring manusia untuk bersikap praktis dan pragmatis dalam menajalani hidup. Dan ukuran dari itu semua adalah pola hidup konsumerisme dan materialistik, segala hal dinilai sebatas materi. Uang, gelar, pangkat dan jabatan adalah ukuran keberhasilan. Tidak ada lagi standar nilai yang lebih ruhaniah dan transeden.

Terjadinya nihilisasi tata norma dan nilai hidup menjadikan manusia menghalalkan segala cara untuk menggapai indikator manusia modern tersebut di atas. Akibatnya rusaklah tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Yang lebih memprihatikan lagi, hal yang sama juga telah merambah dunia pendidikan kita.

Pendidikan tidak lagi digunakan sebagai metode untuk memanusiakan manusia. Tujuan pendidikan adalah menjadikan siswa atau mahasiswa menjadi pintar. Manusia berbudi, jujur, bertaqwa, dan berakhlak tinggi tidak lagi laku di jaman modern. Maka jangan heran bila siswa kemudian dipaksa untuk menjaladi “romusha” pendidikan. Siswa mati-matian belajar dari pagi hingga petang, bahkan seringkali sampai malam hari.

Kisah ini bukanlah klise semata. Adalah Wiwid, anak Pak Wardi tetangga kami yang duduk di bangku kelas III SMA, tengah menjalani hal tersebut demi menggapai impian masa depan yang cemerlang. Pagi hari ia berangkat sekolah, sore hingga malam jam 21.00 menjalani les privat. Hidup baginya adalah belajar menggeluti buku pelajaran dan mendengarkan ajaran guru atau tentor. Hal ini tak lepas dari arahan sang ayah yang terobsesi anaknya pintar, bertitel, dan kelak dapat menggapai pekerjaan yang layak.

Pak Wardi sendiri adalah seorang karyawan di sebuah pabrik di Kawasan Cilegon Banten. Pengalaman hidupnya memaksa ia tidak dapat mengenyam pendidikan hingga tuntas. Ia hanya selesai sampai STM, maka dari itu ia menginginkan anaknya mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. Terlebih ia menyadari tantangan jaman yang semakin keras menghadang. Sampai di sini sebenarnya tidak ada yang salah, bahkan tekad sang ayah yang memprioritaskan pendidikan anaknya patut diacungi jempol. Hanya saja ketika segalanya telah melampaui batas kewajaran alias overdosis, segalanya menjadi patut dipertanyakan.

Demi kelanjutan kuliah Wiwid, Pak Wardi berusaha menggali informasi berbagai pihak mengenai peluang tempat kuliah yang terbaik. Tak segan-segan ia berkenalan dengan dosen dari kampus tertentu, dengan tentor bimbel, ataupun alumni suatu perguruan tinggi. Bahkan pegawai ataupun pejabat tertentu di suatu kantor ditanyainya pula mengenai peluang kerja suatu jurusan studi. Intinya ia ingin mempersiapkan segalanya buat anak tercinta.



Sumber : Korban jaman

ARTI ASSALAMU’ALAIKUM


Islam memiliki akar kata salam. Salam berarti damai, aman, atau selamat. Dengan demikian makna Islam bisa diartikan kedamaian, keamanan, atau keselamatan. Islam merupakan jalan dan tuntunan untuk menghindari ketidak-damaian, ketidak-amanan, dan ketidak-selamatan. Demikian sebagaimana makna kata agama, a berarti tidak, sedangkan gama berarti kekacauan.

Berdasarkan asas dasar tujuan agama Islam tersebut di atas, maka setiap pemeluk atau ummat Islam harus memiliki keluasan untuk menebarkan benih-benih kedamaian, keamanan, dan keselamatan dalam setiap aspek kehidupan. Inilah arti sejati manusia sebagai khalifatullah fil ardzi, manusia sebagai pemakmur dunia.

Sebagai salah satu amalan kecil untuk menebarkan kedamaian adalah perintah untuk menebarkan salam, “kedamaian”, diantara sesama manusia. Ini merupakan amalan yang langsung ditauladankan oleh Kanjeng Nabi Muhammad, dan seringkali sangat diwanti-wanti oleh para kiai dan ustadz. Makna sempit dari memberikan salam adalah mengucapkan kalimat “Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh”. Bila mengacu kepada pemaknaan yang lebih luas untuk menebarkan rasa kedamaian, keamanan, dan keselamatan, maka bisa saja ungkapan salam disampaikan dalam ideom lokal sesuai adat istiadat dan budaya setempat.

Maka dari itu kalimat salam bisa saja berbunyi selamat pagi, selamat jalan, sampai jumpa, kulo nuwun, slamet to kabare, hai, how are you, dan lain sebagainya. Ungkapan penggantian salam ini memang pernah menjadi polemik yang sengit pada saat dilempar Gus Dur ke publik beberapa dekade yang lalu.

Jika ditelaah lebih mendalam, maksud Gus Dur adalah pengungkapan suatu ajaran agama dalam hal hubungan muammalah ke dalam tradisi yang muncul dari kearifan lokal (local wisdom). Ini sekaligus sebagai isyarat bahwa Islam tidak identik dengan Arab, sehingga sekaligus bahwa Arab adalah Islam.

Sebagai ungkapan uluk salam yang mendamaikan, sudah tentu semestinya bila seseorang mendengar ungkapan tersebut dari orang lain ia akan merasakan frekuensi dan gelombang kedamaian dari si pemberi salam. Namun apakah memang demikian yang kita rasakan?

Ungkapan Kanjeng Nabi memang sudah jelas bahwa innamal a’malu binniyat, segala sesuatu tergantung dari niatnya. Bila si pengucap salam memiliki kejernihan dan kesholehan hati, maka hati tersebut akan memancarkan gelombang kesucian yang menyejukkan bagi orang lain yang dapat menangkap gelombang tersebut. Lain halnya bila ungkapan salam diucapkan untuk tujuan dan pamrih tertentu yang jauh dari nilai ketulusan. Maksudnya gimana to?

Begini, di jaman serba susah ini segala hal memang mengalami politisasi demi kepentingan tertentu yang lebih bersifat ekonomi keduniawian. Nah, demikian halnya dengan ungkapan salam tadi. Seorang pengemis, anak jalanan, atau preman dan pemalak juga sering menggunakan ungkapan salam untuk membangkitkan rasa iba. Bila seorang pengemis atau anak jalanan yang memang benar-benar dilemahkan mengungkapkan salam dari kedalaman hati, pastilah pancaran gelombang yang muncul juga murni dan jujur. Dengan demikian bisa jadi yang tersentuh oleh gelombang salam yang tulus tersebut akan tergerak untuk mengulurkan bantuan, meski sekedar sekeping uang receh.

Lain halnya bila seorang preman, bahkan pemalak, mengungkapkan salam! Bukannya rasa aman atau damai yang dirasakan oleh orang, malahan perasaan terancam dan keterpaksaan. Ini karena uluk salam mengandung udang di balik batu, tiada keikhlasan dan ketulusan untuk bersilaturahmi. Salam hanya diperalat untuk kepentingan mendapatkan uang.

Pengalaman lain bisa pula dijadikan bahan perenungan. Di jaman yang dikatakan sebagai jaman wis akhir ini, memang nampak begitu semangatnya ummat Islam untuk membangun dan mempermegah bangunan masjid. Satu sama lain seolah-olah terjebak dalam kompetisi untuk berlomba-lomba memperindah fisik masjid. Bila hal ini disertai pula dengan usaha pemakmuran masjid tentu saja akan sangat bagus. Namun yang seringkali terjadi adalah kompetisi kemegahan secara fisik semata, dengan mengabaikan sisi pemakmurannya. Inilah hal yang mempercepat kedatangan hari akhir.

Demi maksud di atas, berbagai cara ditempuh dalam usaha penggalangan dana. Ada yang mencegat kendaraan di tengah jalan sambil menyodorkan kotak atau jaring infak. Ada yang memasang kenclengan di toko, warung, atau fasilitas umum yang lain. Ada pula yang mengedarkan proposal dari satu instansi ke instansi yang lain. Model lainnya, mengetuk pintu dari rumah ke rumah, door to door istilahnya. Nah kemudian apa hubungannya dengan salam?

Salam seringkali digunakan sebagai ungkapan untuk menyapa para calon penyumbang. Sekali lagi, bila ungkapan tersebut tulus dan memang pengumpulan dana benar-benar untuk tujuan kebaikan pastilah orang lain akan bersimpati. Lain halnya bila niatnya untuk memperkaya diri sendiri, dan ini memang sudah banyak terungkap di berbagai pemberitaan.

Niat yang baik alangkah lebih baik bila dilakukan dengan langkah yang baik pula. Seorang pengurus masjid di musholla sebelah hampir setiap hari mengucapkan salam di setiap pintu warga. Assalamu’alaikuuuuuum……..demikian sapaan nyaring di depan pintu. Para wargapun semakin hafal bahwa si bapak pasti akan menyodorkan kresek hitamnya untuk meminta uang sumbangan guna pembangunan musholla yang tidak pernah ada henti-hentinya. Sedemikian hafalnya dengan uluk salammnya si bapak, sampai-sampai para ibu-ibu menjulukinya dengan sebutan Pak Salam.

Sebenarnya bila penyaluran infak warga dikelola dengan sistem yang baik, tentulah warga tidak merasa keberatan. Namun bila hampir tiap hari Pak Salam beruluk salam, sudah pasti warga lama kelamaan menjadi gundah. Bukannya tidak ikhlas, tetapi kok kemudian warga merasa tiap hari harus setor uang keamanan ya? Kemudian dimana bedanya Pak Salam dengan preman pemalak anak jalanan yang setiap hari minta setoran dari anak jalanan “asuhannya”?

Bila waktu penarikan sumbangan agak diperlonggar, katakanlah sebulan sekali, bukankah warga akan lebih ikhlas, tidak terganggu dan pastinya memberi lebih banyak. Bandingkan bila tiap hari ditarik uang amal, paling yang keluar sewu mawon! Itupun sekedar rasa tidak enak hati, dan sudah pasti dengan hati yang masgul. Intinya tidak ada keikhlasan dalam beramal.

Jadi arti salam yang terakhir ini adalah minta duit. Dan ini jelas tidaklah membuat hati orang menjadi tentram dan akrab, melainkan merasa terganggu bahkan terkadang sangat muak!

Sumber : sang nananging jagad

Tuhan Bersemayam di Pohon


FILSAFAT LUHUR TENTANG POHON

Berbincang soal pohon, apa to istimewanya? Hampir setiap hari kita mungkin menjumpai pohon. Ada pohon pisang, mangga, rambutan, blimbing, durian, kelapa, mahoni, hingga pohon cemara atau pinus, dan lain sebagainya. Bila demikian yang kita alami, maka bersyukurlah itu sebagai anugerah Yang Maha Kuasa. Banyak sedulur kita yang tinggal di tengah kota besar hanya mendapati pohon beton di lingkungannya. Bahkan banyak diantara mereka yang kemudian menghibur diri dengan pohon-pohonan, alias pohon bohongan. Lalu apa bedanya?

Dalam ilmu biologi, tumbuhan tergolong sebagai makhluk hidup. Dikatakan demikian karena tumbuhan mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan sendiri merupakan proses peningkatan volume tubuh yang bersifat tidak dapat balik, alias irreversible.

Bakteri merupakan contoh tumbuhan tingkat rendah, karena hanya terdiri atas satu sel. Sel berkumpul membentuk jaringan. Jaringan sel yang sama menyatu menjadi organ. Pohon merupakan jenis tumbuhan tingkat tinggi karena pohon memiliki susunan organ yang telah sempurna, meliputi akar, batang, dahan, ranting, daun, dan lain sebagainya.

Kok tiba-tiba tertarik berbincang tentang pohon? Dalam acara Amprokan Blogger 2010 di Bekasi kemarin, roda ruang dan waktu telah mempertemukan penulis dengan “Sang Begawan” Pohon Indonesia. Beliau adalah Bapak Eka Budiyanta. Pria kelahiran bawah sebuah pohon sawo di Jember ini terkenal dengan berbagai artikel “hijaunya” di Trubus.

Mengawali perbincangan, Beliau bertanya, “Sudahkah Anda berterima kasih kepada pohon hari ini?”

Pohon adalah makhluk Tuhan yang melayani manusia dengan sangat setia. Setiap hari diserapnya “sari pati bumi” melalui akar-akar kokohnya. Dengan keajaiban efek kapilaritas, sari pati tersebut diangkut melewati batang, dahan, ranting, untuk kemudian sampai di dapur yang bernama daun. Dalam daun, “sari pati bumi” berpadu dengan “sari pati langit” melalui “akad” fotosintesa yang disaksikan oleh gas karbon dioksida(CO2). Dari proses “persetubuhan” ini dilahirkanlah gas oksigen(O2), sebagai kebutuhan utama pernafasan manusia. Di sinilah urgensi kita untuk berterima kasih kepada pohon, bahkan pada setiap tarikan nafas kita. Pohon adalah perantara kehidupan manusia.

Bagaimana cara berterima kasih kepada pohon? Sebagaimana manusia, pohonpun butuh cinta dan kasih sayang. Pohon butuh ruang tumbuh, maka sediakanlah selalu tanah yang cukup untuk sang pohon. Rawatlah pohon dengan baik dan penuh perhatian. Cukupilah nutrisi pohon dengan memberikan siraman air dan pemupukan. Maka jadilah manusia sebagai sahabat setia bagi pohon.

Keserakahan manusia menjadikan pohon ditebang dimana-mana. Hutan rimba raya belantara dibabat habis hanya demi kepuasan perut manusia tidak berbudi. Bukit dan gunung menjadi gundul karena hilangnya pohon. Kemudian apa yang terjadi?

Kekeringan akibat hilangnya sumber mata air di musim kemarau menghantui manusia di berbagai belahan dunia. Manusia semakin sulit untuk mencukupi sumber air bakunya. Sebaliknya, pada musim penghujan terjadi tanah longsor dan banjir bandang dimana-mana. Pohon yang semestinya menangkap air hujan dan meneruskannya untuk diserap ke dalam batuan bumi, telah semakin jarang. Semua air lari tunggang langgang di permukaan tanah menjadi air bandang.

Manusia seringkali kasak-kusuk mencari kambing hitam. Pemanasan global-lah, perubahan iklim, hingga kutukan Nyi Roro Kidul dikatakan sebagai penyebab bencana. Padahal kalau manusia mau jujur, semua itu jelas karena keserakahannya sendiri. Salah satu keserakahan itu adalah sikap menyia-nyiakan pohon!

Pohon tergolong makhluk hidup yang tingkatannya berada dua tingkat di bawah kemakhlukan manusia, setelah binatang tentunya. Namun pohon justru memiliki kedudukan teramat istimewa karena konon Tuhan “bertempat tinggal” di atas pohon. Kok bisa begitu?

Manusia melengkapi ikhtiar perjuangan hidupnya dengan doa kepada Tuhan. Manusia diperintahkan untuk “memanjatkan” doa hanya kepada-Nya. Dimana kita akan memanjat? Jawabnya ya memanjat pohon!

Kemudian untuk apa memanjatkan doa? Bukan lain, tentu saja untuk “momohon” sesuatu. Kok ya memohon, bukan membatu, mencangkul, menulis atau me-me-me-me yang lainnya? Pesannya menjadi tampak jelas to? Manusia tidak dapat hidup tanpa pohon. Pohon adalah salah satu syarat terbentuknya lingkungan hidup yang harmonis.

Tak kenal, maka tak sayang! Maka untuk mencintai pohon, mulailah dengan mengenalnya. Bila bertemu pohon, cobalah berkenalan dan menanyakan siapa namanya, “he pohon, namamu siapa?” Selanjutnya dapat diteruskan dengan pertanyaan lain semisal, daunmu bisa untuk mengobati penyakit apa, batangmu bisa dibuat kusen pintu atau jendela, dan lain sebagainya. Inilah fungsi pohon sebagai guru kehidupan, sebagai sarana pembelajaran bagi manusia untuk dapat memanfaatkannya secara lebih bijaksana dan bermakna.

Kepada pohon kita belajar. Kepada akarnya, kepada batangnya, kepada dahannya, kepada rantingnya, kepada daun, bunga, bahkan kepada buahnya kita bisa belajar tentang banyak pengetahuan dan nilai kearifan hidup.

Pada daun yang gugur melayang setelah menjalani tugas mulia menghasilkan oksigen, kita bisa bercermin bahwasanya manusia hidup juga akan mengalamai masa ketuaan hingga akhirnya maut menjemput untuk menghadap kepada Sang Khalik, Tuhan Yang Maha Kuasa. Namun lihatlah betapa si daun yang gugur nampak bergoyang bahagia setelah lepas dari tangkainya dikarenakan tugas mulia yang diamanatkan Tuhan kepadanya telah ditunaikan dengan sangat baik. Daun itu memberikan manfaat kehidupan kepada makhluk yang lain. Daun itupun hidup untuk menghidupi kehidupan.Inilah salah satu wujud penyadaran pentingnya pohon bagi keberlangsungan kehidupan.

Mari yang ingin turut menghijaukan lingkungan hidup. mulailah dengan kesadaran diri sendiri, menuliskan artikel di blog masing-masing, tentunya diharapkan akan berlanjut dengan tindakan nyata untuk lebih banyak menanam pohon.

Sesungguhnya manusia sebagai Khalifah fil ardhi (avatar) sebagai pengatur jalannya air, tanah, udara, maupun pepohonan-pepohonan di sekitar kita. karena kehidupan manusia terikat oleh 3 ikatan (hablumminallah, hablumminannas, wa hablumminal alam)ikatan ketiganya itulah yang tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan manusia. mulai dari sekarang jadilah Avatar sejati yang memanfaatkan segala sesuatu untuk kebaikan, kemaslahatan, dan kebajikan bersama.



Smber :tuhan-bersemayam-di-pohon

Senin, 20 Juni 2011

Curhat Setan: Al-Quran yang Dibakar!


Pembatalan pembakaran Al-Quran hanya omong kosong belaka. Faktanya, dua pendeta justru melakukannya. Yang melakukan bukan Pendeta Terry Jones, tapi kedua pengikutnya. Pendeta Bob Old bersumpah melaksanakan aksinya membakar Al-Quran. Bersama Pendeta Danny Allen, Old melakukan aksinya di hadapan sekelompok orang yang sebagiannya merupakan awak media, Sabtu (11/9) lalu, sama persis pada hari yang dideklarasikan Terry Jones.

Kedua pendeta itu menyiram dua buah mushaf dan sebuah teks Islam lainnya dengan cairan pembakar, lalu menyulutnya dengan api. Mereka menyaksikan bersama-sama kitab suci umat Islam itu menjadi abu.

Aksi dua pendeta itu dilakukan di pekarangan belakang kediaman Old. Mereka mengatakan aksinya merupakan pesan dari Tuhan. Old mengatakan gereja telah mengecewakan banyak orang karena tidak mendukung aksinya. “Saya yakin bahwa sebagai negara kita berada dalam bahaya,” ujarnya sebagaimana dikutip media online Tennessean (12/10).

“Ini adalah buku berisi kebencian, bukan cinta,” katanya sambil memegang Al-Quran sebelum kemudian membakarnya. “Ini adalah kitab palsu, Nabi Muhammad adalah nabi palsu dan itu merupakan wahyu palsu,” tambahnya.

Kedua pendeta itu lantas melakukan apa yang disebutnya sebagai “demonstrasi damai” dengan sedikit gegap gempita. Delapan orang wartawan ikut menyaksikan aksi kedua rohaniwan gereja itu. [Gila, Al-Quran Ternyata Jadi Dibakar, metrotvnews.com]

“Anjing!” rutuk saya sesaat setelah membaca berita itu, “Ini gila! Kita harus perang! Terkutuklah mereka!” Umpatan-umpatan dan caci-maki saya keluar tanpa kontrol.

“Setan!” teriak saya sekali lagi.

Tiba-tiba Tuan Setan muncul di hadapan saya! Wajahnya penuh kemarahan. “Bakarlah Al-Quranmu!” kata Tuan Setan tiba-tiba.

Jelas saya berang mendengar ucapannya. Emosi saya naik pitam. Dada saya turun naik. Dan seketika kutuk dan serapah membrudal dari mulut saya. “Percuma selama ini aku mulai menaruh rasa simpati kepadamu! Kau ternyata memang pantas dilaknat dan dimusuhi! Terkutuklah kau!”

“Bakarlah Al-Quranmu!” katanya sekali lagi, dengan nada yang lebih tegas. Matanya nyalang. Gigi-giginya gemertak. Lalu telunjuknya mengarah tepat ke wajah saya. “Bakar!” ia berteriak, “Bakarlah kalau memang selama ini ia hanya menjadi kertas, bakarlah! Bakarlah!”

Napas saya turun naik, mata saya memerah, tangan saya mengepal. “Terkutuklah kau!” teriak saya.

“Mana Al-Quranmu!?” bentak Tuan Setan.

Tiba-tiba saya tersintak. Tiba-tiba saya merasa harus menemukan Al-Quran milik saya yang entah saya simpan di mana, sementara Tuan Setan terus menerus berteriak “Bakar! Bakarlah Al-Quranmu!” Saya terus mencari. Di manakah saya menyimpan Al-Quran saya? Saya membongkar isi lemari, mengeluarkan buku-buku, berkas-berkas, tumpukan kliping koran, dan kertas-kertas apa saja dari dalam lemari. Di manakah Al-Quran saya? Saya mulai resah mencari di mana Al-Quran saya. Saya ke ruang tamu, ke ruang tengah, ke dapur, ke seluruh penjuru rumah. Saya memeriksa ke belakang lemari, ke sela-sela tumpukan kaset dan CD-CD, ke mana-mana. Tetapi, saya tak menemukan Al-Quran saya! Di manakah saya menyimpan Al-Quran saya?

“Bakarlah Al-Quranmu!” sementara Tuan Setan terus-menerus berteriak, “Bakar!”

Saya mulai panik dan resah, kemarahan saya mulai pudar, ternyata saya tak bisa menemukan Al-Quran saya sendiri.

“Bakarlah Al-Quranmu kalau itu hanya menjadi kertas usang yang kausia-siakan!” kata Tuan Setan tiba-tiba.

Dada saya berguncang hebat. Pelan-pelan tapi pasti saya mulai menangis—tetapi saya belum menyerah untuk terus mencari Al-Quran saya. Di mana Al-Quran saya? Ada sebuah buku tebal berwarna hijau di atas lemari tua di kamar belakang, saya kira itulah Al-Quran saya, setelah saya ambil ternyata bukan: Life of Mao. Saya kecewa. Saya terus mencari sambil diam-diam air mata saya mulai meluncur di tebing pipi.

“Bakarlah Al-Quranmu!” suara Tuan Setan kembali memenuhi ruang kesadaran saya. Tetapi kini saya tak bisa marah lagi, ada perasaan sedih dan kecewa mengaduk-aduk dada saya. Ada sesak yang tertahan, semantara isak tangis tak sanggup saya tahan.

Akhirnya saya menyerah. Saya tak menemukan Al-Quran saya di mana-mana di setiap sudut rumah saya!

Kemudian Tuan Setan tersenyum menang, ia menyeringai dan menatap saya dengan sinis. “Jadi, kenapa kau mesti marah saat ada orang yang membakar dan menginjak-injak Al-Quran?” kemudian ia tertawa. “Lucu! Ini lucu! Mengapa kau mesti marah sedangkan kau sendiri tak memperdulikannya selama ini?”

Saya terus menangis. Dada saya berguncang. Tuan Setan tertawa. “Jadi, mengapa kau mesti mengutuk mereka yang menyia-nyiakan dan merendahkan Al-Quran sementara kau sendiri melakukannya—diam-diam?” katanya sekali lagi. Ada perih yang mengaliri dada saya, mendesir gamang ke seluruh persendian saya.

Tiba-tiba saya ingat sebuah tempat: gudang belakang rumah. Barangkali Al-Quran saya ada di situ!

Saya bergegas bangkit dari tubuh saya yang tersungkur, saya berlari menuju gudang belakang, membuka pintunya, lalu menyaksikan tumpukan barang-barang bekas yang usang dan berdebu. Sebuah kotak tersimpan di sudut ruang gudang, saya segera ingat di situlah saya menaruh buku-buku bekas yang sudah tua dan tak terbaca. Seketika saya hamburkan isi kotak itu, membersihkannya dari debu, dan akhirnya… saya mendapatkannya: Al-Quran saya!

Saya menatap Al-Quran saya dengan tatap mata rasa bersalah. Saya mengusap-usapnya, meniupnya, membersihkannya dari debu yang melekat di mushaf tua itu. Kemudian Saya mendekapnya erat-erat—mengingat masa kecil saya belajar mengeja huruf hijaiyyah, menghafal surat Al-Fatihah… “Astagfirullahaladzhim…” tiba-tiba dada saya bergemuruh, air mata saya menderas.

Tuan Setan tertawa lepas. “Bakar saja Al-Quranmu!” katanya sekali lagi, “Bukankah ia tak berguna lagi bagimu?” nada bicaranya mengejek.

Saya masih mendekap Al-Quran saya, tergugu dengan dada seolah tersayat sembilu.

“Jika pendeta yang membakar Al-Quran itu mengatakan bahwa Al-Quran adalah buku yang penuh kebencian, bukankah mereka hanya menilainya dari perilaku yang kalian tunjukkan? Bila mereka mengira Al-Quran hanyalah kitab omong kosong dan Muhammad yang membawanya hanya nabi palsu yang berbohong tentang firman, bukankah itu karena kau—kalian semua—tak pernah sanggup menunjukkan keagungan dan keindahannya? Kau, kalian semua, harus menjelaskannya!

“Jangankan menunjukkan keindahan dan keagungan Al-Quran, membacanya pun kau tak! Jangankan menaklukkan musuh Tuhan sementara menaklukkan dirimu sendiri pun kau tak sanggup! Apa sih maumu? Al-Quran tak pernah mengajarkan permusuhan dan kebencian, Al-Quran tak pernah mengajarkan hal-hal yang buruk, lalu kenapa kau terus-menerus melakukannya? Al-Quran selalu mengajarimu kebaikan, mengapa kau tak pernah mau mengikutinya? Heh, ya, aku baru ingat, jangankan mengikuti petunjuknya, memahami dan membacanya pun kau tak!

“Lalu kenapa kau harus marah ketika Al-Quran dibakar? Mengapa kau tak memarahi dirimu sendiri saat kau menyia-nyiakan Al-Quranmu? Ini bukan semata-mata soal pendeta yang membakar Al-Quran, ini bukan semata-mata soal pelecehan terhadap institusi agamamu, ini bukan semata-mata soal permulaan dari sebuah peperangan antar-agama, ini semua tentang kau yang selama ini menyia-nyiakan Al-Quran, tentang kau yang secara laten dan sistematis menyiapkan api dan bensin dari perilaku burukmu untuk menunggu Al-Quran dibakar lidah waktu yang meminjam tangan orang-orang yang membenci agamamu! Mereka tak akan berani membakar Al-Quran, kitab sucimu itu, kalau saja selama ini kau sanggup menunjukkan nilai-nilai agung yang dibawa Nabimu, nilai-nilai kebaikan yang termaktub dalam teks suci kitab yang difirmankan Tuhanmu! Maka bila kau tak sanggup menggemakan Quran amanat nabimu ke segala penjuru, tak sanggup menerima cahayanya dengan hatimu, bakarlah Al-Quranmu! ”

Lalu seketika terbayang, Al-Quran yang teronggok sia-sia di rak-rak buku tak terbaca, Al-Quran yang diletakkan di paling bawah tumpukkan buku-buku dan majalah, Al-Quran yang kesepian tak tersentuh di masjid dan langgar-langgar, Al-Quran yang tak terbaca dan (di)sia-sia(kan)!

Saya menangis; memanggil kembali hapalan yang entah hilang kemana, mengeja kembali satu-satu alif-ba-ta yang semakin asing dari kosakata hidup saya. Saya melacaknya dalam ingatan saya yang terlanjur dijejali kebohongan, kebebalan, penipuan, dan pengkhiatan-pengkhiantan. Di manakah Al-Quran dalam diri saya?

“Maka, bakarlah Al-Quran oleh tanganmu sendiri!” kata Tuan Setan, “Hentikan airmata sinetronmu, hentikan amarah palsumu, hentikan aksi solidaritas penuh kepentinganmu, hentikan rutuk-serapah politismu, sebab kenyataannya kau tak pernah mencintai Al-Quran! Bakarlah!”

Tuan Setan tertawa lepas.

“Maafkan…” suara saya tiba-tiba pecah menjelma tangis, “Maafkan…,” lalu saya bergegas pergi dengan Al-Quran yang kugamit di lengan kananku.

“Bakar saja Al-Quranmu!” teriak Tuan Setan yang kutinggalkan di gelap ruangan gudang. Lamat-lamat tawanya masih ku dengar di ujung jalan.

Saya mencari masjid, saya ke mal, saya ke pasar, saya ke terminal, saya ke sekolah, saya ke mana-mana… Saya ingin mencari mushaf-mushaf Al-Quran yang disia-siakan. Saya ingin membersihkannya dari debu dan mengajak sebanyak mungkin orang membacanya. Saya masih bergegas dengan langkah yang galau. Saya ingin mengabarkan keagungan dan keindahan Al-Quran, tapi bagaimana caranya? Sedangkan saya sendiri tak memahaminya? Saya ingin menggaungkannya di mana-mana, tapi bagaimana caranya?

Saya terus bertanya-tanya bagaimana agar Al-Quran tak dibakar? Bagaimana agar Al-Quran tak terbakar? Bagaimana?

Ya, Tuhan akukah insan yang bertanya-tanya?

Ataukah aku Mukmin yang sudah tahu jawabnya?

Kulihat tetes diriku dalam muntahan isi bumi

Aduhai, akan kemanakah kiranya aku bergulir

Di antara tumpukan maksiat yang kutimbun saat demi saat

Akankah kulihat sezarah saja kebaikan yang pernah kubuat?

Ya Tuhan, nafasku gemuruh, diburu firmanmu!

[KH. Mustafa Bisri, Tadarus]

Saya terus menangis dalam langkah-langkah gelisah yang bergegas, haruskan saya melawan semua ini dengan amarah dan kebencian? Ataukah saya harus menunjukkan kepada mereka semua yang membenci Al-Quran bahwa sungguh mereka telah keliru? Haruskah saya kembali marah dan membakar kitab suci mereka di mana-mana, atau akan lebih baikkah jika saya jawab mereka dengan cinta dan kasih sayang—meneladani Muhammad dengan menunjukkan kepada mereka kebaikan cahaya Al-Quran karena sesungguhnya mereka hanya belum tahu!?

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Bacalah!” tiba-tiba suara Tuan Setan datang lagi, “Biarkanlah mereka membakar mushaf sebab Al-Quran bukanlah kertas yang bisa mereka bakar. Bacalah Al-Quran hingga suaranya terdengar oleh hatimu, bergema di seluruh ruang kesadaranmu, maka kau tak akan kecewa mendapati mushaf-mushaf yang terbakar atau ayat-ayat yang teronggok di ruangan-ruangan tua berdebu buku. Sebab Al-Quran bukanlah mushaf, Al-Quran adalah semesta, nama di luar kata! Maha benar Allah dengan segala firman-Nya.”

Saya terdiam mendengar kata-kata Tuang Setan yang terakhir, “Tuan Setan, sebenarnya siapakah kamu? Apa agamamu?”

Ia terkekeh, bahunya berguncang, “Akulah yang kau lihat dalam tidurmu: berlarian atau terbang atau tertawa tanpa suara, sesuatu yang lama kau idamkan tetapi lupa kau sapa. Akulah yang membakar Al-Quranmu!”

Ia terus terkekeh, terbatuk, lalu menghilang.

Fahd Djibran

Analisis

Manusia Indonesia raya seharusnya berterima kasih kepada setan yang telah mengingatkan kita untuk selalu membicarakan, membaca, dan mengamalkan al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Maka janganlah seperti binatang paling bodoh nomor satu di dunia yaitu ayam. Ketika tidak ada motor/mobil lewat, asyik-asyik saja di pinggir jalan, namun ketika ada motor/ mobil yang lewat malah lari ketengah jalan.., ya mati konyol.

Al-Qur’an sekali lagi tidak pernah mengajarkan kebencian, permusuhan, dendam, apalagi peperangan sampai ada pertumpahan darah. Yang perlu kita benci, musuhi, dendam, dan perangi sesungguhnya ada di dalam diri kita sendiri yaitu “nafsu”. Kamu tahu kapan nafsu menyerangmu? Kamu tahu kapan nafsu membencimu? Kamu tahu kapan nafsu memusuhimu? Dan setan seseungguhnya tidaklah berbuat apa-apa kepada manusia, tapi setan memanfaatkan nafsumu yang tidak kau kuasai itu.

sumber : kenduri cinta

SAYA MANUSIA WAJIB, SUNNAH, MUBAH, MAKRUH, ATAU HARAM??

Ternyata derajat kemuliaan seseorang dapat dilihat dari sejauh mana diri punya nilai manfaat bagi orang lain. Rasulullah SAW bersabda “Khairunnas anfa’uhum linnas” “Sebaik-baik manusia diantaramu adl yg paling banyak mamfaat bagi orang lain.” Hadits ini seakan-akan mengatakan bahwa jikalau ingin mengukur sejauh mana derajat kemuliaan akhlak kita maka ukurlah sejauh mana nilai manfaat diri ini? Istilah Emha Ainun Nadjib- tanyakanlah pada diri ini apakah kita ini manusia wajib sunat mubah makruh atau malah manusia haram? Apa itu manusia wajib? Manusia wajib ditandai jikalau keberadan sangat dirindukan sangat bermafaat perilaku membuat hati orang di sekitar tercuri. Tanda-tanda yg nampak dari seorang manusia wajib diantara dia seorang pemalu jarang mengganggu orang lain sehingga orang lain merasa aman darinya. Perilaku keseharian lbh banyak kebaikannya. Ucapan senantiasa terpelihara ia hemat betul kata-kata sehingga lbh banyak berbuat daripada berbicara. Sedikit kesalahan tak suka mencampuri yg bukan urusan dan sangat ni’mat kalau berbuat kebaikan. Hari-hari tak lepas dari menjaga silaturahmi sikap penuh wibawa penyabar selalu berterima kasih penyantun lemah lembut bisa menahan dan mengendalikan diri serta penuh kasih sayang.

Bukan kebiasaan bagi yg akhlak baik itu perilaku melaknat memaki-maki memfitnah menggunjing bersikap tergesa-gesa dengki bakhil ataupun menghasut. Justru ia selalu berwajah cerah ramah tamah mencintai krn Allah membenci krn Allah dan marah pun krn Allah SWT subhanallaah demikian indah hidupnya.

Karena siapapun di dekat pastilah akan tercuri hatinya. Kata-kata akan senantiasa terngiang-ngiang. Keramahan pun benar-benar menjadi penyejuk bagi hati yg sedang membara. Jikalau saja orang yg berakhlak mulia ini tak ada maka siapapun akan merasa kehilangan akan terasa ada sesuatu yg kosong di rongga qolbu ini. Orang yg wajib ada pasti penuh mamfaat. Begitulah kurang lebih perwujudan akhlak yg baik dan ternyata ia hanya akan lahir dari semburat kepribadian yg baik pula.

Orang yg sunah keberadaan bermanfaat tetapi kalau pun tak ada tak tercuri hati kita. Tidak ada rongga kosong akibat rasa kehilangan. Hal ini terjadi mungkin krn kedalaman dan ketulusan amal belum dari lubuk hati yang paling dalam. Karena hati akan tersentuh oleh hati lagi. Seperti hal kalau kita berjumpa dgn orang yg berhati tulus perilaku benar-benar akan meresap masuk ke rongga qolbu siapapun.

Orang yg mubah ada tak ada tak berpengaruh. Di kantor kerja atau bolos sama saja. Seorang pemuda yg ketika ada di rumah keadaan menjadi berantakan dan kalau tak adapun tetap berantakan. Inilah pemuda yg mubah. Ada dan tiada tak membawa manfaat tak juga membawa mudharat.

Adapun orang yg makruh keberadan justru membawa mudharat. Kalau dia tak ada tak berpengaruh. Arti kalau dia datang ke suatu tempat maka orang merasa bosan atau tak senang. Misal ada seorang ayah sebelum pulang dari kantor suasana rumah sangat tenang tetapi ketika klakson dibunyikan tanda sang ayah sudah datang anak-anak malah lari ke tetangga ibu cemas dan pembantu pun sangat gelisah. Inilah seorang ayah yg keberadaan menimbulkan masalah.

Lain lagi dgn orang bertipe haram keberadaan malah dianggap menjadi musibah sedangkan ketiadaan justru disyukuri. Jika dia pergi ke kantor perlengkapan kantor pada hilang maka ketika orang ini dipecat semua karyawan yg ada malah mensyukurinya.

Masya Allah tak ada salah kita merenung sejenak tanyakan pada diri ini apakah kita ini anak yg menguntungkan orang tua atau hanya jadi benalu saja? Masyarakat merasa mendapat manfaat tak dgn kehadiran kita? Ada kita di masyarakat sebagai manusia apa wajib sunah mubah makruh atau haram? Kenapa tiap kita masuk ruangan teman-teman malah pada menjauhi apakah krn perilaku sombong kita? Kepada ibu-ibu hendak tanyakan pada diri masing-masing apakah anak-anak kita sudah merasa bangga punya ibu seperti kita? Pu manfaat tak kita ini? Bagi ayah cobalah mengukur diri saya ini seorang ayah atau gladiator? Saya ini seorang pejabat atau seorang penjahat? Kepada para mubaligh harus berta benarkah kita menyampaikan kebenaran atau hanya mencari penghargaan dan popularitas saja?

Sekarang marilah refleksi dari diri kita sendiri, Indonesia sekarang mengalami keterbelakangan kedewasaan mungkin masih terlalu banyak manusia haramnya daripada manusia wajib,Sunnah, maupun mubahnya...Wallahu A’lam.

{Sumber : Tabloid MQ EDISI 01/TH.II/MEI 2001}

sumber : file chm bundel Tausyiah Manajemen Qolbu Aa Gym

Kentut Dilihat Dari Sisi Ilmiah


wah,, kalau bahas kentut baru denger tulisannya aja udah jijik, kotor, bau, bahkan tidak sopan, apalagi dengar kentut beneran...,@##$%%@#%&..hehe.Nah sekarang pertanyaannya bagaimana jika anda tidak ketut selama satu hari saja?? Pasti mules gag karuan to? Udah dechhh ngaku ajaaa...hehe.

seperti peribahasa yang mengatakan “ ada udang dibalik batu” begitu juga kentut ternyata “ada emas dibalik kentut” makasutnya? Hehe. Ya ternyata kentut mengandung banyak sekali manfaatnya, dilihat dari unsur-unsurnya yang dikeluarkan bersama bunyi nyaringnya kurang lebih suaranya kayak gini...”Tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiieeeeeeeetttttttttttt...to be Continue...!!!

langsung aja ya dibawah ini dipaparkan kentut menurut ilmu perkentutan ilmiah, selamat membaca.

1. Darimana asal kentut?

Dari gas dalam usus. Gas dalam usus berasal dari udara yang kita telan,gas yang menerobos ke usus dari darah, gas dari reaksi kimia & gas dari bakteri dalam perut.

2. Apa komposisi kentut?

Bervariasi. Makin banyak udara anda telan, makin banyak kadar nitrogen dalam kentut (oksigen dari udara terabsorbsi oleh tubuh sebelum sampai di usus). Adanya bakteri serta reaksi kimia antara asam perut & cairan usus menghasilkan karbondioksida. Bakteri juga menghasilkan metana & hidrogen. Proporsi masing-masing gas tergantung apa yang anda makan, berapa banyak udara tertelan, jenis bakteri dalam usus, berapa lama kita menahan kentut. Makin lama menahan kentut, makin besar proporsi nitrogen, karena gas-gas lain terabsorbsi oleh darah melalui dinding usus. Orang yang makannya tergesa-gesa kadar oksigen dalam kentut lebih banyak karena tubuhnya tidak sempat mengabsorbsi oksigen.

3. Kenapa kentut berbau busuk?

Bau kentut karena kandungan hidrogen sulfida & merkaptan. Kedua senyawa ini mengandung sulfur (belerang). Makin banyak kandungan sulfur dalam makanan anda, makin banyak sulfida & merkaptan diproduksi oleh bakteri dalam perut, & makin busuklah kentut anda. Telur & daging punya peran besar dalam memproduksi bau busuk kentut. Kacang-kacangan berperan dalam memproduksi volume kentut, bukan dalam kebusukannya.

4. Kenapa kentut menimbulkan bunyi?

Karena adanya vibrasi lubang anus saat kentut diproduksi. Kerasnya bunyi tergantung pada kecepatan gas.

5. Kenapa kentut yang busuk itu hangat & tidak bersuara?

Salah satu sumber kentut adalah bakteri. Fermentasi bakteri & proses pencernaan memproduksi panas, hasil sampingnya adalah gas busuk. Ukuran gelembung gas lebih kecil, hangat & jenuh dengan produk metabolisme bakteri yang berbau busuk. Ini kemudian menjadi kentut, walau hanya kecil volumenya, tapi SBD (Silent But Deadly).

6. Berapa banyak kentut diproduksi sehari?

Rata-rata setengah liter sehari dalam 14 kali kentut.

7. Mengapa kentut keluar melalui lubang dubur?

Karena density-nya lebih ringan, kenapa gas kentut tidak melakukan perjalanan ke atas? Tidak demikian. Gerak peristaltik usus mendorongisinya ke arah bawah. Tekanan di sekitar anus lebih rendah. Gerak peristaltik usus menjadikan ruang menjadi bertekanan, sehingga memaksa isi usus, termasuk gas-nya untuk bergerak ke kawasan yang bertekanan lebih rendah, yaitu sekitar anus. Dalam perjalanan ke arah anus, gelembung-gelembung kecil bergabung jadi gelembung besar. Kalau tidak ada gerak peristaltik, gelembung gas akan menerobos ke atas lagi, tapi tidak terlalu jauh, karena bentuk usus yang rumit & berbelit-belit.

8. Berapa waktu yang diperlukan oleh kentut untuk melakukan perjalanan ke hidung orang lain?

Tergantung kondisi udara, seperti kelembaban, suhu, kecepatan arah angin, berat molekul gas kentut, jarak antara ‘transmitter’ dengan ‘receiver’. Begitu meninggalkan sumbernya, gas kentut menyebar & konsentrasinya berkurang. Kalau kentut tidak terdeteksi dalam beberapa detik, berarti mengalami pengenceran di udara & hilang ditelan udara selama-lamanya. Kecuali kalau anda kentut di ruang sempit, seperti lift, mobil, konsentrasinya lebih banyak, sehingga baunya akan tinggal dalam waktu lama sampai akhirnya diserap dinding.

9. Apakah setiap orang kentut?

Sudah pasti, kalau masih hidup. Sesaat setelah meninggalpun orang masih bisa kentut.

10. Betulkah laki-laki kentut lebih sering daripada perempuan? Tidak ada

kaitannya dengan gender.. Kalau benar, berarti perempuan menahan kentutnya, & saat kentut banyak sekali jumlah yang dikeluarkan.

11. Saat apa biasanya orang kentut?

Pagi hari di toilet. yang disebut “morning thunder”. Kalau resonansinya bagus, bisa kedengaran di seluruh penjuru rumah.

12. Mengapa makan kacang-kacangan menyebabkan banyak kentut?

Kacang-kacangan mengandung zat gula yang tidak bisa dicerna tubuh. Gula tsb (raffinose, stachiose, verbascose) jika mencapai usus, bakteri di usus langsung berpesta pora & membuat banyak gas. Jagung, paprika, kubis, kembang kol, susu juga penyebab banyak kentut (bukan baunya!).

13. Selain makanan, apa saja penyebab kentut?

Udara yang tertelan, makan terburu-buru, makan tanpa dikunyah, minum softdrink, naik pesawat udara (karena tekanan udara lebih rendah, sehingga gas di dalam usus mengalami ekspansi & muncul sebagai kentut).

14. Apakah kentut sama dengan sendawa, tapi muncul dari lain lubang?

Tidak… sendawa muncul dari perut, komposisi kimianya lain dengan kentut. Sendawa mengandung udara lebih banyak, kentut mengandung gas yang diproduksi oleh bakteri lebih banyak.

15. Kemana perginya gas kentut kalau ditahan tidak dikeluarkan?

Bukan diabsorbsi darah, bukan hilang karena bocor.. Tapi bermigrasi ke bagian atas menuju usus & pada gilirannya akan keluar juga. Jadi bukan lenyap, tapi hanya mengalami penundaan.

16. Mungkinkah kentut terbakar?

Bisa saja. Kentut mengandung metana, hidrogen yang combustible (gas alam mengandung komponen ini juga). Kalau terbakar, nyala-nya berwarna biru karena kandungan unsur hidrogen.

17. Bisakah menyalakan korek api dengan kentut?

Jangan mengada-ada…konsistensinya lain. Juga suhunya tidak cukup panas untuk memulai pembakaran.

18. Mengapa kentut anjing & kucing lebih busuk?

Karena anjing & kucing adalah karnivora (pemakan daging). Daging kaya akan protein. Protein mengandung banyak sulfur, jadi bau kentut binatang ini lebih busuk. Lain dengan herbivora seperti sapi, kuda, gajah, yang memproduksi kentut lebih banyak, lebih lama, lebih keras bunyinya, tapi relatif tidak berbau.

19. Betulkah bisa teler kalau mencium bau kentut 2-3 kali berturut-turut?

Kentut mengandung sedikit oksigen, mungkin saja anda mengalami pusing kalau mencium bau kentut terlalu banyak.

20. Apakah warna kentut?

Tidak berwarna. Kalau warnanya oranye seperti gas nitrogen oksida, akan ketahuan siapa yang kentut.

21. Kentut itu apakah asam, basa atau netral?

Asam, karena mengandung karbondioksisa (CO2) & hidrogen sulfida (H2S).

22. Apa yang terjadi kalau seseorang kentut di planet Venus?

Planet Venus sudah banyak mengandung sulfur (belerang) di lapisan udaranya, jadi kentut di sanapun tidak ada pengaruhnya.

Pesan terkakhir penulis “syukurilah kentutmu maupun kentutnya orang lain, karena itu merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa”

Semoga manusia Indonesia Raya bisa mensyukuri anugerah Tuhan dari mulai yang terkecil dari dalam dirinya, walaupun hal teremeh bahkan terhinaa sekalipun...kentut salah satunya.

Tur kesuwun

Diambil dari Kentut Dilihat Dari Sisi Ilmiah